Gelombang PHK di PDAM Makassar: Mantan Karyawan Keluhkan Proses Sepihak Tanpa Evaluasi

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah melanda Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Sulawesi Selatan. Syahrul, seorang mantan pegawai kontrak yang terkena dampak PHK, mengungkapkan kekecewaannya atas proses yang dinilai sepihak dan tanpa evaluasi kinerja yang jelas. Ia mengaku menerima Surat Keputusan (SK) pemberhentian secara mendadak, tanpa adanya pemberitahuan maupun peringatan sebelumnya.

"Tidak ada pemberitahuan atau evaluasi, tiba-tiba saja langsung menerima SK pemberhentian," ungkap Syahrul, yang telah mengabdi selama tiga tahun di bagian teknis PDAM Makassar. Ia menambahkan, dirinya dan rekan-rekan kerjanya merasa kebijakan PHK massal ini tidak transparan dan tidak adil. Pasalnya, menurut Syahrul, banyak dari mereka yang justru memiliki peran vital di lapangan, termasuk dirinya yang bertugas menangani perbaikan pipa besar, justru menjadi korban PHK. Kondisi ini diperparah dengan adanya dugaan bahwa rekan kerjanya dipecat saat sedang bertugas di lapangan.

Syahrul menduga, banyak pegawai kontrak lain mengalami nasib serupa. Ia menilai, PHK massal ini dilakukan tanpa mempertimbangkan kinerja individu masing-masing pegawai. Syahrul juga menyoroti bahwa yang terkena PHK justru adalah para pekerja lapangan yang selama ini menjadi ujung tombak perusahaan. "Rata-rata yang tinggal (bertahan) adalah admin di kantor," imbuhnya.

Sebagai kepala keluarga, Syahrul kini merasa khawatir dengan masa depannya. Ia mengaku kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama cicilan rumah dan biaya sekolah anak-anaknya. "Sementara cari sampingan tapi belum ada ini. Masalahnya ini mana pembayaran rumah, cicilan, baru anak-anak sudah mau masuk sekolah," ujarnya dengan nada prihatin.

Sebelumnya, Direktur Utama PDAM Makassar, Hamzah Ahmad, membenarkan adanya PHK pegawai kontrak secara bertahap. Ia menjelaskan bahwa langkah ini diambil sebagai respons atas kerugian perusahaan yang mencapai Rp 2,1 miliar akibat perekrutan yang tidak sesuai prosedur. Hamzah menyebutkan bahwa jumlah pegawai yang kontraknya diputus mencapai lebih dari 200 orang. Data yang dihimpun menunjukkan angka 209 pegawai terkena dampak PHK tahap awal.

Berikut poin-poin keluhan Syahrul:

  • Pemberhentian kerja mendadak tanpa pemberitahuan atau evaluasi.
  • Tidak adanya surat peringatan sebelum PHK.
  • Kebijakan PHK tidak transparan dan sepihak.
  • Pekerja lapangan yang vital justru menjadi korban PHK.
  • Kekhawatiran akan kebutuhan hidup keluarga pasca-PHK.