Ekspor Ikan Kerapu dan Napoleon ke Hongkong Terhenti: Dampak Pengawasan Ketat Beijing di Natuna dan Anambas

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan penyebab utama terhentinya ekspor ikan Kerapu dan Napoleon dari Natuna dan Anambas, Kepulauan Riau, ke Hongkong. Situasi ini dipicu oleh pengetatan pengawasan barang masuk melalui jalur laut oleh Pemerintah Beijing.

Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Semuel Sandi Rundupadang, menjelaskan bahwa penghentian operasional kapal-kapal Hongkong yang biasanya mengambil ikan ekspor di Natuna dan Anambas telah berlangsung sejak Maret lalu dan masih berlanjut hingga saat ini. Menurutnya, kebijakan ketat Beijing merupakan respons terhadap potensi penyelundupan barang melalui jalur laut ke Hongkong, terutama sejak meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Ketegangan antara Beijing dan Hongkong, diperparah dengan perang dagang, menyebabkan pemerintah Tiongkok meningkatkan pengawasan secara signifikan. Kecurigaan terhadap praktik penyelundupan melalui laut menjadi pemicu utama pengetatan ini. Dampaknya, kapal-kapal Hongkong tidak lagi beroperasi di pelabuhan muat di Natuna dan Anambas untuk mengambil komoditas ikan ekspor.

Kondisi serupa juga dialami oleh para pembudidaya ikan ekspor di wilayah lain seperti Bitung, Makassar, Tarakan, dan Manado. Beberapa pelaku usaha berupaya mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan jasa pengiriman udara untuk mengirim ikan kerapu ke Hongkong. Namun, biaya pengiriman melalui udara jauh lebih mahal dibandingkan dengan jalur laut. Sebagai contoh, pengiriman dari Makassar ke Hongkong dapat mencapai Rp 35.000 per kilogram. Untuk satu kargo seberat 25 koli, hanya sekitar 8 kg yang berisi ikan, sisanya adalah air.

Pengiriman melalui udara umumnya dilakukan untuk jenis ikan berkualitas super seperti Kerapu Sunu, di mana harga jual ikan dapat menutupi biaya pengiriman yang tinggi. Namun, jenis kerapu yang banyak dibudidayakan oleh nelayan di Natuna dan Anambas, seperti kerapu macan dan kerapu kertang, memiliki harga yang lebih rendah sehingga pengiriman melalui udara menjadi tidak ekonomis.

Semuel menekankan bahwa situasi ini tidak hanya merugikan nelayan pembudidaya dan pelaku usaha, tetapi juga berdampak pada pendapatan pemerintah dari aktivitas ekspor ikan hidup melalui jalur laut. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini berada pada tingkat pemerintah pusat, khususnya melalui koordinasi antara KKP dengan Pemerintah Beijing.

PSDKP Batam telah melaporkan situasi ini ke pemerintah pusat. Penyelesaian masalah ini membutuhkan intervensi dari pemerintah pusat karena melibatkan hubungan bilateral antara dua negara. Sementara itu, para nelayan pembudidaya ikan kerapu dan napoleon di Natuna dan Anambas merasa resah akibat terhentinya operasional kapal-kapal Hongkong yang biasa menjemput hasil budidaya mereka.

Dampak Ekonomi dan Upaya Alternatif

Terhentinya ekspor ikan kerapu dan napoleon dari Natuna dan Anambas ke Hongkong memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi para nelayan, pembudidaya, dan pemerintah daerah. Para nelayan kehilangan pasar potensial untuk hasil tangkapan mereka, sementara pembudidaya kesulitan menjual ikan yang telah dipelihara dengan susah payah. Pemerintah daerah juga kehilangan potensi pendapatan dari sektor perikanan.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa pelaku usaha mencoba mencari alternatif lain, seperti pengiriman melalui udara atau mencari pasar baru di negara lain. Namun, pengiriman melalui udara memiliki biaya yang lebih tinggi, sehingga hanya menguntungkan untuk jenis ikan yang berkualitas tinggi. Sementara itu, mencari pasar baru membutuhkan waktu dan upaya yang lebih besar.

Harapan akan Solusi Pemerintah Pusat

Para nelayan dan pembudidaya ikan di Natuna dan Anambas berharap agar pemerintah pusat dapat segera menemukan solusi untuk mengatasi masalah ini. Mereka berharap agar KKP dapat berdialog dengan Pemerintah Beijing untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan. Selain itu, mereka juga berharap agar pemerintah dapat memberikan bantuan kepada para nelayan dan pembudidaya yang terdampak oleh terhentinya ekspor ikan ke Hongkong.