P3RSI Perkuat Solidaritas Nasional: Adjit Lauhatta Kembali Pimpin Organisasi, Bahas Tarif Air Rusun

Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Indonesia (P3RSI) telah sukses menggelar Musyawarah Nasional (Munas) IV di Jakarta, yang menjadi wadah penting bagi para penghuni rumah susun dari seluruh Indonesia untuk bersatu dan menyuarakan aspirasi mereka. Acara yang berlangsung pada hari Rabu, 28 Mei 2025, ini menjadi momentum krusial dalam menentukan arah organisasi untuk lima tahun mendatang.

Dalam Munas tersebut, Adjit Lauhatta kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI untuk periode 2025-2030. Kepercayaan yang diberikan kepada Adjit bukanlah tanpa alasan. Selama dua periode sebelumnya, ia dinilai berhasil memimpin organisasi dengan baik dan mampu menghadapi berbagai tantangan kompleks dalam pengelolaan rumah susun. Sesuai dengan Anggaran Dasar organisasi, seorang ketua yang telah menjabat selama dua periode masih berhak untuk dipilih kembali, asalkan mendapatkan dukungan lebih dari 50 persen anggota. Dukungan mayoritas yang diperoleh Adjit dalam Munas ini membuktikan bahwa ia masih menjadi figur yang dipercaya dan diandalkan oleh para anggota P3RSI.

Munas IV ini tidak hanya menjadi ajang pemilihan ketua umum, tetapi juga menjadi perayaan 13 tahun eksistensi P3RSI sejak didirikan. Selama lebih dari satu dekade, P3RSI telah menjadi wadah bagi para pemilik dan penghuni rumah susun untuk bersatu, berbagi pengalaman, dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Munas IV mengusung tema sentral: "Konsolidasi dan Penguatan Organisasi PPPSRS dalam Menghadapi Tantangan Pengelolaan Rumah Susun Kini dan Nanti." Tema ini menekankan pentingnya memperkuat sinergi dan koordinasi antar anggota organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan tata kelola hunian vertikal yang semakin kompleks.

Menurut Adjit Lauhatta, sejak awal berdiri, P3RSI hanya beranggotakan 31 PPPSRS. Namun, kini telah berkembang menjadi 45 anggota aktif. Organisasi ini juga telah membentuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di dua provinsi strategis, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat. Dalam waktu dekat, DPD lainnya sedang dipersiapkan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Makassar, Batam, dan Medan.

Sebagai organisasi yang menaungi pemilik dan penghuni rumah susun se-Indonesia, P3RSI berperan sebagai jembatan antara warga dengan pemerintah. Organisasi ini juga bertanggung jawab dalam menyikapi berbagai regulasi yang mempengaruhi pengelolaan rumah susun. Salah satu pencapaian penting P3RSI adalah advokasi terkait pengenaan PPN atas Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Setelah proses panjang, P3RSI berhasil meyakinkan pemerintah bahwa IPL tidak seharusnya dikenai PPN.

P3RSI juga aktif dalam memperjuangkan keadilan tarif air bagi warga rumah susun. Melalui dialog intensif dengan PAM Jaya, P3RSI berhasil mendorong penandatanganan MoU mengenai program penagihan langsung ke unit hunian. Hal ini memastikan bahwa warga rumah susun tidak lagi dibebani tarif batas atas yang tidak adil.

Munas IV P3RSI secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Kawasan Permukiman, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fitrah Nur, yang mewakili Menteri PKP Maruarar Sirait. Dalam sambutannya, Fitrah menyampaikan bahwa pemerintah telah menyusun Peraturan Menteri PKP Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rumah Susun Milik serta Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun. Regulasi ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk meminimalisir berbagai permasalahan yang terjadi di hunian vertikal.

Fitrah juga menyoroti bahwa saat ini hunian vertikal baru dikembangkan di 16 wilayah administratif kabupaten dan kota di Indonesia. Namun, tidak semua pemerintah daerah memahami mengenai peraturan rumah susun. Akibatnya, ada beberapa pemerintah daerah yang mudah diajak berdiskusi mengenai rumah susun, dan ada pula yang sebaliknya.

Kementerian PKP telah meluncurkan layanan Benar-PKP pada 23 Maret 2025 lalu. Layanan ini bertujuan untuk menampung pengaduan terkait masalah perumahan dan kawasan permukiman. Dalam dua bulan pertama, layanan tersebut telah menerima sekitar 900 pengaduan, yang hampir 500 di antaranya berasal dari konsumen apartemen. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masalah pengelolaan apartemen yang belum terselesaikan di tingkat daerah.