Gubernur Riau Gandeng Kementerian P2MI Atasi Deportasi Pekerja Migran Ilegal
Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyatakan kesiapannya untuk berkolaborasi dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dalam menangani permasalahan pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi. Pernyataan ini muncul setelah pemulangan 196 PMI yang dideportasi dari Malaysia melalui Pelabuhan Dumai.
Abdul Wahid menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat, mengingat posisi strategis Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Kedekatan geografis ini menjadikan Riau sebagai salah satu jalur utama bagi pergerakan pekerja migran, baik yang legal maupun ilegal. Ia menyatakan komitmennya untuk mendukung upaya pemerintah pusat dalam menangani kasus deportasi dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
"Saya sebagai Gubernur Riau siap berkolaborasi dengan kementerian. Kami sudah berkoordinasi dengan Menteri P2MI mengenai prosedur ini agar dapat ditangani secara baik, termasuk pemberian jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi PMI," ujarnya.
Lebih lanjut, Abdul Wahid menyoroti tantangan dalam mengidentifikasi PMI non-prosedural karena kemiripan budaya dan fisik antara masyarakat Riau dan Malaysia. Banyak PMI yang masuk dengan menggunakan visa kunjungan wisata, sehingga sulit dibedakan dari warga lokal. Ia juga menyebutkan bahwa jarak tempuh laut dari Riau ke Malaysia hanya sekitar dua hingga dua setengah jam, semakin mempermudah akses bagi PMI ilegal.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Provinsi Riau telah menyediakan fasilitas penampungan sementara bagi PMI yang baru dideportasi. Tempat ini akan digunakan hingga proses pemulangan ke daerah asal selesai dikoordinasikan oleh Kementerian P2MI dan instansi terkait. Pemprov Riau juga akan memberikan pendampingan sosial kepada para pekerja migran.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, sebelumnya menyatakan bahwa kementeriannya sedang menyiapkan strategi untuk memperbaiki sistem migrasi tenaga kerja secara keseluruhan. Salah satu fokus utama adalah memperkuat sosialisasi mengenai prosedur migrasi resmi kepada masyarakat, terutama di wilayah perbatasan dan daerah terpencil.
"PMI yang dideportasi ini rata-rata adalah orang yang berangkat bekerja ke luar negeri secara ilegal. Jadi memang tidak terdata di kita, mau tidak mau datanya kita dapat dari imigrasi Malaysia," jelas Abdul Kadir.
Kementerian P2MI juga berencana untuk menindak tegas para calo dan perusahaan penyalur tenaga kerja ilegal. Penegakan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah penyalahgunaan wewenang. Selain itu, Kementerian P2MI akan menyederhanakan proses administrasi yang selama ini dianggap rumit, sehingga mendorong orang untuk memilih jalur ilegal. Tujuannya adalah membuat proses keberangkatan lebih cepat, mudah, dan tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengelolaan ekosistem migrasi kerja, baik di daerah asal maupun tujuan, juga akan menjadi fokus perbaikan.
"Kami akan mengurangi mata rantai pelayanan yang panjang, jadi harus cepat. Kemudian pengelolaan ekosistem dan lokasi keberangkatan harus dijalankan dengan baik," kata Abdul Kadir.
Sebanyak 196 PMI yang dideportasi akan menjalani proses reintegrasi yang dikoordinasikan oleh pemerintah. Mereka akan didata dan diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan masing-masing oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan.
"Kehadiran saya dan Gubernur Riau ke sini untuk memberi perhatian kepada saudara-saudara kita. Bagi yang sakit akan mendapat perawatan, sementara yang tertarik berwirausaha akan diberikan pendampingan dan pelatihan," tutur Abdul Kadir.