BRIN Paparkan Tantangan Kritis Kualitas Pendidikan di Papua Barat dan Papua Barat Daya

Tantangan Pendidikan di Papua Barat dan Papua Barat Daya: Temuan BRIN

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini mengungkapkan temuannya terkait rendahnya kualitas pendidikan di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya. Hasil riset BRIN menunjukkan adanya sejumlah faktor kompleks yang saling berkaitan dan berkontribusi terhadap permasalahan ini. Rendahnya kualitas pendidikan di kedua provinsi tersebut menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap pembangunan sumber daya manusia jangka panjang.

Salah satu faktor dominan yang diidentifikasi adalah tingginya angka ketidakhadiran guru. Direktur Evaluasi Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN, Yan Rianto, mencatat angka ketidakhadiran guru mencapai 37-43 persen di Papua Barat. Kondisi ini tentu sangat menghambat proses belajar mengajar dan berdampak signifikan terhadap pencapaian kompetensi siswa. Selain itu, akses terbatas terhadap pendidikan juga menjadi kendala besar. Banyak anak-anak di daerah terpencil, khususnya yang tinggal di kawasan pegunungan, harus menempuh jarak lebih dari 10 kilometer untuk mencapai sekolah. Hambatan geografis ini semakin diperparah oleh keterbatasan infrastruktur dan sarana pendidikan.

Kurangnya partisipasi dalam pendidikan juga menjadi permasalahan lain. Faktor budaya turut berperan, di mana anak-anak dari keluarga asli Papua seringkali dilibatkan dalam kegiatan ekonomi keluarga seperti berburu dan berkebun. Hal ini membuat waktu mereka untuk bersekolah menjadi terbatas, bahkan seringkali harus dikorbankan. Lebih lanjut, keterbatasan kapasitas pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan, meskipun telah memiliki otonomi khusus, juga menjadi penghambat. Kurangnya dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang terampil di bidang pendidikan turut memperburuk situasi.

BRIN juga menemukan masalah serius dalam kemampuan literasi siswa. Di Sorong Selatan misalnya, terdapat siswa kelas 2 Sekolah Dasar yang masih kesulitan membaca huruf konsonan dan belum mampu membaca kalimat utuh. Kemampuan membaca yang rendah ini ternyata tidak hanya terjadi pada siswa SD, tetapi juga ditemukan pada siswa SMP dan SMA di kedua provinsi tersebut. Banyak siswa yang meskipun mampu membaca, namun belum sepenuhnya memahami isi bacaan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara kemampuan membaca dan pemahaman bacaan.

Beberapa faktor lain yang turut berkontribusi terhadap rendahnya kualitas pendidikan antara lain: kurikulum nasional yang belum sepenuhnya diimplementasikan secara efektif di Papua Barat dan Papua Barat Daya, serta keterbatasan infrastruktur pendidikan seperti perpustakaan dan buku pelajaran. Untuk mengatasi permasalahan ini, BRIN merekomendasikan beberapa solusi, antara lain: mengembangkan model pembelajaran literasi yang sesuai konteks lokal, perbaikan gizi dan nutrisi anak sekolah, dan penghapusan pungutan liar di lingkungan sekolah dasar.

Kesimpulan

Kesimpulannya, permasalahan pendidikan di Papua Barat dan Papua Barat Daya merupakan tantangan kompleks yang membutuhkan solusi terintegrasi dan berkelanjutan. Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan meningkatkan kualitas pendidikan di kedua provinsi tersebut. Pemenuhan akses pendidikan, peningkatan kualitas guru, pengembangan kurikulum yang relevan dengan konteks lokal, dan peningkatan infrastruktur pendidikan menjadi kunci keberhasilan upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah tersebut.