Santri Pondok Pesantren di Sleman Diduga Jadi Korban Penganiayaan dan Penyekapan Akibat Tuduhan Pencurian
Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa seorang santri berinisial KDR (23) di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, mencuat setelah korban melaporkan serangkaian tindakan kekerasan yang dialaminya pada Februari 2025. KDR, santri asal Kalimantan Selatan yang baru delapan bulan menimba ilmu di pesantren milik Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah, mengaku menjadi korban penyekapan dan penganiayaan terkait tuduhan pencurian uang sebesar Rp 700.000.
Menurut penasihat hukum korban, M. Iqbal, kejadian bermula ketika KDR dituduh menggunakan dana hasil penjualan air galon. Di bawah tekanan dan kekerasan fisik, termasuk penggunaan selang dan aki, KDR dipaksa mengakui perbuatannya. Akibatnya, korban menderita luka-luka di tangan dan wajah. Setelah kejadian tersebut, KDR meninggalkan pesantren dan melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polsek Kalasan pada 16 Februari 2025. Visum juga telah dilakukan di RS Bhayangkara Sleman.
Ketua tim penasihat hukum korban, Heru Lestarianto, mengungkapkan bahwa KDR disekap dan diikat di salah satu ruangan di pesantren sebelum dianiaya oleh para pelaku. Kondisi KDR saat ini masih mengalami trauma psikologis yang mendalam. Meskipun kondisi fisiknya mulai membaik, namun rasa sakit masih terasa hingga telinga. Heru juga menambahkan bahwa adik korban telah mendatangi pesantren dan membayar sejumlah uang yang dipermasalahkan dengan harapan masalah tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Akan tetapi, tidak ada tindak lanjut maupun itikad baik dari pihak pelaku.
Sementara itu, kuasa hukum Pondok Pesantren Ora Aji, Adi Susanto, membantah adanya penganiayaan dan menyebut tindakan tersebut sebagai aksi spontanitas santri atas kasus pencurian. Namun, KDR melalui kuasa hukumnya membantah keras klaim tersebut dan bersikeras bahwa ia telah menjadi korban kekerasan fisik.
Buntut dari kasus ini, sebanyak 13 santri Ponpes Ora Aji ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan. Namun, dalam perkembangan terbaru, salah satu dari 13 santri tersebut justru melaporkan KDR atas dugaan pencurian. Adi Susanto, kuasa hukum yayasan pondok pesantren Ora Aji, menyatakan bahwa laporan terhadap KDR telah resmi diajukan ke Polresta Sleman. Menurutnya, ada sekitar 7 hingga 8 santri yang mengaku kehilangan uang dan barang dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 700.000.
Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo, membenarkan adanya laporan terkait dugaan pencurian yang melibatkan KDR dan menyatakan bahwa pihak kepolisian sedang menindaklanjuti laporan tersebut.
Miftah Maulana Habiburrahman, pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, melalui kuasa hukumnya menyampaikan permintaan maaf atas kejadian tersebut. Adi Susanto menjelaskan bahwa peristiwa penganiayaan terjadi saat Miftah sedang melaksanakan ibadah umrah dan tidak berada di lokasi kejadian. Pihak pondok pesantren menyatakan bahwa mereka hanya berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan masalah ini dan menegaskan bahwa insiden tersebut murni terjadi antara santri dan santri, tanpa keterlibatan pengurus pesantren. Mereka juga mengklaim bahwa tindakan yang dilakukan oleh sejumlah santri merupakan aksi spontanitas sebagai bentuk rasa sayang terhadap sesama santri yang diduga telah melakukan pencurian.