PPP Menanti Nahkoda Baru: Tantangan Berat di Tengah Penolakan Tokoh Eksternal
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tengah menghadapi dinamika krusial menjelang Muktamar yang dijadwalkan pada September 2025. Agenda utama Muktamar adalah pemilihan ketua umum (ketum) baru, sosok yang diharapkan mampu membawa partai berlambang Ka'bah ini kembali ke panggung politik nasional.
Namun, proses pencarian nahkoda baru ini diwarnai tantangan tersendiri. Bursa calon ketua umum yang semula diramaikan nama-nama tokoh eksternal, kini menghadapi gelombang penolakan. Beberapa tokoh yang sempat disebut-sebut potensial, justru menyatakan ketidaksiapannya untuk memimpin PPP. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai siapa yang akhirnya bersedia mengemban tugas berat memulihkan performa partai.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy, sebelumnya mengungkapkan adanya sejumlah tokoh nasional yang masuk dalam radar partai. Nama-nama seperti mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sempat mencuat sebagai kandidat potensial.
Rommy mengakui bahwa inisiatif untuk mendekati tokoh-tokoh eksternal ini didasari kebutuhan PPP akan figur yang memiliki kapabilitas luar biasa. Tujuannya jelas, agar partai dapat kembali meraih kursi di parlemen. Langkah ini, meski menuai kritik dari sebagian pihak yang menilai sebagai upaya "obral" kursi ketum, dianggap Rommy sebagai langkah strategis untuk menyelamatkan PPP.
Namun, harapan PPP untuk mendatangkan tokoh eksternal tampaknya menemui jalan buntu. Dudung Abdurachman secara tegas menyatakan tidak tertarik untuk terjun ke dunia politik dalam waktu dekat. Penolakan serupa juga datang dari Gus Ipul, yang merasa bahwa tanggung jawab sebagai ketua umum partai terlalu besar untuk dipikulnya.
Menanggapi penolakan ini, Juru Bicara PPP, Usman M Tokan, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan dinamika yang wajar dalam politik. Ia menilai bahwa mundurnya sejumlah nama justru akan membuat kontestasi di Muktamar semakin menarik. PPP sendiri menargetkan agar bursa calon ketum mengerucut pada bulan depan, sehingga pimpinan wilayah dan cabang dapat mempelajari rekam jejak kandidat dengan seksama.
Selain nama-nama yang telah disebutkan, wacana mengenai kemungkinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin PPP juga sempat mencuat. Ketua Mahkamah Partai PPP, Ade Irfan Pulungan, bahkan menilai Jokowi sebagai sosok yang ideal untuk membawa PPP bangkit. Namun, pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, berpendapat bahwa Jokowi lebih cocok bergabung dengan partai besar ketimbang partai non-parlemen.
PPP kini berada di persimpangan jalan. Muktamar yang akan datang menjadi momentum krusial untuk menentukan arah partai ke depan. Tugas berat menanti ketua umum terpilih, yaitu mengembalikan PPP ke Senayan. Tantangan ini membutuhkan kerja keras, strategi yang matang, dan dukungan dari seluruh kader partai.
Membangun kembali struktur partai yang solid. Memperkuat konsolidasi internal. Meningkatkan citra dan branding partai di mata publik. Memastikan ketersediaan logistik yang memadai.
Di tengah dinamika politik yang terus berubah, PPP harus mampu beradaptasi dan berinovasi agar tetap relevan dan mampu bersaing dalam Pemilu 2029 mendatang.