Semarak Car Free Day: Dari Joget Lansia hingga Pengalaman Perdana di Jantung Jakarta
Minggu pagi di Bundaran HI, denyut Jakarta terasa lebih hidup. Car Free Day (CFD) bukan sekadar ruang untuk berolahraga, melainkan panggung bagi beragam ekspresi dan interaksi warga.
Di antara keramaian, sosok Thohir, pria berusia 67 tahun dari Utan Kayu, Jakarta Timur, menarik perhatian. Bersama teman-temannya, ia mengayuh sepeda menuju Bundaran HI, bukan hanya untuk berolahraga, tetapi juga untuk berdansa. Musik dari speaker kecil menemani gerakan-gerakan tubuhnya, sebuah cara sederhana namun efektif untuk "ngelepas mumet", ujar Thohir. Rutinitas ini telah menjadi bagian dari hidupnya setiap minggu, sebuah pelarian dari rutinitas sehari-hari.
Kontras dengan Thohir, Mili, warga Kemayoran, Jakarta Pusat, merasakan pengalaman perdana di CFD Bundaran HI setelah puluhan tahun bermukim di ibu kota. Antusiasmenya terpancar dari setiap sudut yang ia kunjungi. Kamera menjadi sahabat setianya, mengabadikan momen-momen berharga bersama polisi, badut jalanan, hingga latar ikonik Monumen Selamat Datang. "Ya pengen foto aja, kan keliatannya cakep gitu ya pake baju polisi lengkap," ungkapnya dengan riang. Baginya, CFD adalah kesempatan untuk merasakan denyut nadi Jakarta yang sesungguhnya, sebuah pengalaman yang membahagiakan.
Mili berharap semangat kebersamaan dan kedamaian yang ia rasakan di CFD dapat terus terjaga. "Ya seneng, semoga orang Indonesia tetap begini, kompak, tidak ada keributan walaupun dalam keramaian," tuturnya.
Kisah Thohir dan Mili hanyalah sebagian kecil dari warna-warni yang mewarnai CFD Bundaran HI. Sebuah ruang publik yang merangkul perbedaan, menjadi wadah bagi ekspresi diri, dan mempererat tali persaudaraan antar warga Jakarta. CFD bukan hanya tentang olahraga, tetapi tentang perayaan kehidupan di jantung kota.