Tuduhan Suap Pemilihan Pimpinan DPD: Yorrys Raweyai Tantang Pelapor Buktikan Klaimnya

Tuduhan Suap Pemilihan Pimpinan DPD: Yorrys Raweyai Tantang Pelapor Buktikan Klaimnya

Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, dengan tegas menantang pelapor dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI periode 2024-2029 untuk membuktikan tuduhannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataan ini disampaikan Yorrys menanggapi laporan yang menyebut adanya praktik suap yang melibatkan sejumlah besar anggota DPD dalam proses pemilihan tersebut. Ia menekankan pentingnya bukti konkret untuk mendukung tuduhan yang diajukan, bukan hanya pernyataan tanpa dasar.

"Tuduhan ini harus dibarengi dengan bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan," tegas Yorrys dalam wawancara dengan wartawan di Jakarta, Senin (10/3/2025). "Jangan sampai hanya sebatas tuduhan tanpa bukti. Jika pelapor mampu membuktikan klaimnya, maka mari kita buktikan bersama. Sebaliknya, jika tidak mampu membuktikan, maka harus ada konsekuensi yang dihadapi." Yorrys menambahkan bahwa ia berkomitmen untuk mendukung proses pengungkapan kebenaran jika memang terdapat bukti yang valid dan kuat mendukung tuduhan tersebut. Namun, ia menyatakan keraguannya terhadap klaim yang menyebutkan keterlibatan 95 anggota DPD dalam praktik suap tersebut, menyebut angka tersebut tidak realistis dan mungkin merupakan upaya untuk mengganggu soliditas lembaga.

Lebih lanjut, Yorrys menduga adanya pihak-pihak yang sengaja ingin memecah belah kesolidan DPD RI. "Menyuap 95 orang bukanlah hal yang mudah. Dari mana asal klaim tersebut? Saya menduga ada upaya provokasi untuk menggoyahkan soliditas dan kekuatan DPD," ujarnya. Ia mendesak agar pelapor dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung tuduhannya. Ketidakjelasan dan kurangnya bukti yang kuat, menurut Yorrys, dapat berdampak buruk terhadap reputasi DPD dan mengganggu kinerja lembaga.

Laporan dugaan suap ini sebelumnya disampaikan oleh Muhammad Fithrat Irfan, mantan staf DPD, kepada KPK pada Selasa (18/2/2025). Irfan melaporkan seorang senator asal Sulawesi Tengah berinisial RAA yang diduga menerima suap dalam proses pemilihan Ketua DPD. Menurut Irfan, suap yang melibatkan 95 anggota DPD tersebut mencapai 13.000 Dollar AS per orang, dengan rincian 5.000 Dollar AS untuk suara pemilihan ketua DPD dan 8.000 Dollar AS untuk pemilihan wakil ketua MPR dari unsur DPD. Irfan menjelaskan mekanisme pemberian uang yang dilakukan secara langsung kepada anggota DPD dan selanjutnya disetorkan ke rekening bank, dengan pengawalan ketat untuk menghindari operasi tangkap tangan (OTT).

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat memberikan informasi detail mengenai laporan tersebut karena sifatnya yang rahasia. Namun, ia menjelaskan bahwa laporan tersebut akan melalui proses verifikasi, telaah, dan pulbaket sebelum ditentukan langkah selanjutnya. KPK akan mengevaluasi apakah laporan tersebut memerlukan pelengkapan data atau dapat langsung ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Proses verifikasi ini merupakan langkah standar KPK dalam menangani setiap laporan yang masuk.

Pernyataan Yorrys dan laporan dugaan suap ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan integritas proses pemilihan pimpinan DPD. Publik menantikan hasil investigasi KPK dan berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan transparan untuk mengungkap kebenaran di balik tuduhan tersebut. Kejelasan dan akuntabilitas dalam proses pemilihan pimpinan lembaga negara sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang baik dan bersih.