Transformasi Digital Pertanahan: BPN Jamin Keamanan Peralihan Sertifikat Analog ke Elektronik

Era Baru Sertifikat Tanah: Peralihan ke Sistem Elektronik Dipastikan Aman

Pemerintah Indonesia mendorong masyarakat untuk beralih dari sertifikat tanah konvensional (analog) ke sertifikat elektronik. Langkah ini diambil sebagai upaya modernisasi sistem pertanahan dan peningkatan keamanan data kepemilikan tanah.

Salah satu tahapan penting dalam proses ini adalah penyerahan sertifikat tanah asli ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat asli ini akan disimpan sebagai warkah, yaitu dokumen fisik yang menjadi bukti historis dan yuridis atas bidang tanah tersebut. Masyarakat tak perlu khawatir, sebab BPN menjamin keamanan sertifikat yang telah dialihkan menjadi format elektronik.

Kekhawatiran Masyarakat dan Jaminan Keamanan dari BPN

Seiring dengan sosialisasi program ini, muncul kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai potensi penyalahgunaan sertifikat tanah asli oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Kekhawatiran ini dijawab langsung oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis. Ia menjelaskan bahwa sistem pendaftaran tanah memiliki dua aspek penting, yaitu penguasaan fisik dan yuridis. Penguasaan yuridis dibuktikan dengan dokumen-dokumen seperti Akta Jual Beli (AJB) yang kemudian diterbitkan menjadi sertifikat tanah. Setelah sertifikat diterbitkan, AJB akan menjadi bagian dari warkah.

"Sama halnya dengan sertifikat analog yang dialihmediakan menjadi sertifikat elektronik. Untuk menghindari duplikasi data dan dokumen, sertifikat analog tersebut akan disimpan sebagai warkah di BPN. Masyarakat tetap dapat mengakses dan melihat warkah tersebut jika diperlukan," ujar Harison.

Sistem Pengamanan Berlapis untuk Mencegah Penyalahgunaan

Harison menambahkan, potensi penyalahgunaan sertifikat tanah asli sangat kecil karena sistem penyimpanan data telah terdigitalisasi dan terintegrasi. Proses penerbitan sertifikat juga melibatkan verifikasi yang ketat, termasuk pengecekan penguasaan fisik lahan, persetujuan batas dari tetangga, dan pengukuran yang akurat.

"Jika ada yang berniat menyalahgunakan sertifikat, misalnya untuk menjual tanah dengan sertifikat asli, proses tersebut akan terhambat karena harus melalui pengecekan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) di BPN. Jika terdapat perbedaan antara data di SKPT dan sertifikat analog, transaksi jual beli tidak dapat dilakukan," jelasnya.

Lebih lanjut, Harison menegaskan bahwa sistem saat ini jauh lebih aman dibandingkan sebelumnya. Dulu, manipulasi data mungkin terjadi jika ada oknum yang memiliki koneksi internal. Namun, saat ini perubahan data dalam sistem memerlukan otorisasi dari beberapa pihak, sehingga peluang penyalahgunaan sangat minim.

Pelaporan dan Sanksi Tegas bagi Pelanggar

Meski demikian, Kementerian ATR/BPN tetap membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang menemukan indikasi penyalahgunaan sertifikat oleh oknum BPN. Pengaduan dapat disampaikan melalui hotline 0811-1068-0000.

Harison menegaskan bahwa jika terbukti ada oknum BPN yang terlibat dalam penyalahgunaan sertifikat, pihaknya akan memberikan sanksi tegas, mulai dari sanksi administratif hingga pemecatan. Jika kasus tersebut masuk ranah pidana, penegakan hukum akan dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH).

"Sanksi terberat yang dapat diberikan di internal kantor adalah pemecatan, di luar proses pidana oleh APH. Sanksi yang lebih ringan berupa pencopotan jabatan," tegasnya.

Dengan transformasi digital ini, pemerintah berupaya menciptakan sistem pertanahan yang lebih transparan, efisien, dan aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.