Jejak Konsumsi Babi di Timur Tengah: Studi Ungkap Praktik Ribuan Tahun Sebelum Masehi
Jejak Konsumsi Babi di Timur Tengah: Studi Ungkap Praktik Ribuan Tahun Sebelum Masehi
Konsumsi daging babi, yang saat ini diharamkan dalam agama Islam, ternyata memiliki sejarah panjang di wilayah Timur Tengah. Penelitian arkeologis mengungkap bahwa babi dulunya merupakan bagian penting dari sistem pangan masyarakat di sana, jauh sebelum penyebaran agama Islam. Lalu, bagaimana sejarah konsumsi babi di wilayah ini?
Eksistensi Babi Sejak Era Neolitikum
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Archaeological Research (2015) oleh Richard W Redding dari University of Michigan menyoroti fenomena menghilangnya babi dari pola konsumsi masyarakat Timur Tengah. Penelitian berjudul "The Pig and the Chicken in the Middle East: Modeling Human Subsistence Behavior in the Archaeological Record Using Historical and Animal Husbandry Data" tersebut menjelaskan bahwa babi hutan adalah hewan asli Timur Tengah dan mendiami berbagai wilayah di sana.
"Data arkeologi menunjukkan keberadaan babi hutan sejak Zaman Neolitikum Awal di Mesir, tepatnya di Fayyum dan Delta Nil," tulis Redding. Babi hutan ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah dan didomestikasi. Upaya domestikasi babi di Timur Tengah diperkirakan dimulai sekitar 11.000 SM.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa babi domestik banyak ditemukan di wilayah Bulan Sabit Subur antara 5.000 hingga 2.000 SM. Babi dimanfaatkan sebagai sumber pangan karena bukan merupakan hewan pekerja dan tidak menghasilkan sumber daya sekunder seperti wol atau telur.
Setelah berhasil dijinakkan, babi memegang peranan penting dalam sistem pertanian di Timur Tengah. Namun, seiring perkembangan masyarakat dan ekonomi regional, babi mulai tersingkir karena sulit dipindahkan dan tidak efisien untuk digiring dalam jarak jauh. Pada masa itu, masyarakat Timur Tengah menjadikan babi sebagai sumber protein murah di desa dan kota. Babi dibiarkan berkeliaran dan memakan sampah, sehingga tidak memerlukan banyak tenaga manusia. Selain itu, babi juga bisa digiring ke hutan atau rawa untuk mencari makan sendiri.
Rumah tangga umumnya memelihara babi, menyembelihnya, dan menukarkan sebagian dagingnya dengan tetangga melalui sistem barter. Sistem ini berlangsung di seluruh Timur Tengah hingga kedatangan ayam domestik dari Asia Tenggara.
Peran Ayam Menggeser Dominasi Babi
Ayam diperkirakan masuk ke Timur Tengah pada milenium pertama, dibawa oleh populasi nomaden atau pelaut. Kehadiran ayam mengubah sistem pangan yang sudah ada, terutama karena ayam memiliki fungsi yang mirip dengan babi. Ayam dan babi bersaing langsung untuk mendapatkan sumber makanan di wilayah kering dan semi-kering di Timur Tengah.
Namun, ayam terbukti lebih efisien dalam menghasilkan protein untuk konsumsi manusia dibandingkan babi. Selain itu, ukuran ayam yang lebih kecil juga menjadi keunggulan. Ayam juga menghasilkan telur yang dapat dikonsumsi tanpa mengurangi populasi ternak.
Di wilayah semi-kering dan gersang Timur Tengah yang minim hutan dan rawa, manusia dihadapkan pada pilihan antara babi dan ayam. Redding berpendapat bahwa manusia lebih memilih ayam karena berbagai kelebihannya.
Akibatnya, babi tidak lagi menjadi bagian integral dari sistem pangan masyarakat. Bahkan di wilayah Timur Tengah yang memiliki hutan dan rawa, beternak ayam secara bertahap menggantikan beternak babi.