Penguatan Wewenang Bakamla: Desakan DPR untuk Penegakan Hukum Maritim yang Optimal
Penguatan Wewenang Bakamla: Desakan DPR untuk Penegakan Hukum Maritim yang Optimal
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menekankan perlunya perluasan wewenang Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menjalankan fungsi sebagai penjaga pantai (coast guard) yang efektif. Pernyataan ini disampaikan Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/3/2025), menyusul pernyataan Kepala Bakamla yang menyoroti keterbatasan institusi tersebut dalam penegakan hukum di laut.
Hasanuddin menegaskan bahwa payung hukum yang kuat, berupa undang-undang, mutlak diperlukan untuk mendukung transformasi Bakamla menjadi coast guard sejati. Ia menambahkan bahwa Komisi I DPR RI akan segera membahas hal ini secara intensif. Peraturan Presiden (Perpres) dinilai tidak cukup untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dan menyeluruh bagi operasional Bakamla dalam menjalankan tugasnya.
"Perpres saja tidak cukup," tegas Hasanuddin. "Bakamla membutuhkan payung hukum yang lebih kuat, yaitu undang-undang, untuk melaksanakan tugasnya sebagai coast guard secara optimal. Komisi I akan segera membahas hal ini untuk memastikan Bakamla memiliki wewenang yang memadai." Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi revisi legislasi untuk mendukung peran Bakamla dalam mengamankan wilayah perairan Indonesia.
Kekurangan sumber daya, termasuk armada kapal, juga menjadi sorotan dalam diskusi ini. Kepala Bakamla RI, Laksamana Madya Irvansyah, sebelumnya telah mengungkapkan bahwa keterbatasan ini menghambat Bakamla dalam menjalankan fungsi coast guard secara ideal. Kondisi ini diperparah oleh minimnya wewenang dalam proses penegakan hukum. Saat ini, Bakamla, setelah menangkap pelaku kejahatan laut, harus menyerahkannya kepada instansi lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI AL untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Irvansyah menjelaskan bahwa proses ini berisiko menghilangkan jejak kesalahan dan menyebabkan proses hukum menjadi tidak efisien. "Kita tidak membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), hanya menyerahkan pelaku kepada instansi lain. Kita tidak bisa mengontrol proses hukum selanjutnya," ujarnya. Ia menambahkan bahwa ketiadaan wewenang penyidikan ini menjadi hambatan utama bagi Bakamla dalam penegakan hukum maritim yang efektif. Sebuah Undang-Undang Keamanan Laut yang komprehensif, menurutnya, sangat krusial untuk mengatasi masalah ini.
Lebih lanjut, Irvansyah juga menyoroti tumpang tindih kewenangan antara Bakamla, TNI AL, dan Polairud. Ia berharap UU Keamanan Laut yang baru dapat mengatasi masalah ini dengan memberikan kepastian hukum yang jelas bagi Bakamla, baik di tingkat nasional maupun internasional. UU ini diharapkan dapat mengatasi tumpang tindih regulasi, menghindari pemeriksaan berulang, dan menegaskan posisi Bakamla sebagai coast guard Indonesia. Dengan demikian, diharapkan Bakamla dapat menjalankan tugasnya secara optimal dalam melindungi dan mengamankan wilayah perairan Indonesia.
Kesimpulannya, diskusi tentang perluasan wewenang Bakamla menjadi fokus utama, dan upaya legislasi untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi Bakamla sebagai coast guard Indonesia menjadi prioritas. Hal ini penting untuk memastikan keamanan dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia berjalan efektif dan efisien.