Gelombang PHK Hantui Industri, Buruh Demo, Pengusaha Soroti Regulasi Ketenagakerjaan

Gelombang aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan buruh mewarnai Jakarta, Minggu (1/6/2025), menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri. Di tengah aksi tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) turut angkat bicara, menyoroti kompleksitas regulasi ketenagakerjaan yang dinilai semakin membebani dunia usaha.

Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, menekankan perlunya identifikasi akar permasalahan PHK secara komprehensif. Menurutnya, pemerintah perlu segera turun tangan mencari solusi agar gelombang PHK dapat diantisipasi dan diminimalisir dampaknya. "PHK adalah konsekuensi. Kita harus cari tahu penyebabnya. Mengapa banyak perusahaan terpaksa gulung tikar atau melakukan PHK? Apa yang bisa kita lakukan, dan apa yang di luar kendali kita?" ujarnya.

Azam mengidentifikasi beberapa faktor yang memicu terjadinya PHK, antara lain:

  • Pelemahan daya beli masyarakat: Menurunnya daya beli masyarakat berdampak langsung pada permintaan produk dan jasa, sehingga memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi.
  • Serbuan produk impor: Banjir produk impor, terutama yang dijual dengan harga yang tidak kompetitif, menekan industri dalam negeri dan memperburuk kondisi perusahaan.
  • Regulasi yang rumit: Regulasi ketenagakerjaan yang kompleks dan membingungkan menyulitkan perusahaan dalam menjalankan bisnis dan meningkatkan biaya operasional.

Lebih lanjut, Azam menyoroti beberapa regulasi baru yang dianggap memberatkan, seperti kewajiban annuitas bagi karyawan yang pensiun. Menurutnya, tidak banyak perusahaan yang mampu menjalankan program annuitas ini. Selain itu, rencana pelarangan outsourcing juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pengusaha. "Banyak regulasi baru yang membingungkan. Di bidang ketenagakerjaan, regulasi justru semakin rumit. Orang pensiun harus annuitas, padahal tidak banyak perusahaan yang menjalankan ini. Belum lagi rencana larangan outsourcing dan sebagainya," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyatakan bahwa salah satu tuntutan utama dalam aksi demonstrasi tersebut adalah perhatian serius pemerintah terhadap maraknya PHK. KSPN mencatat, sejak awal Januari hingga April 2025, terdapat sekitar 61.000 pekerja yang terkena PHK.

Persoalan PHK menjadi perhatian serius berbagai pihak. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan pekerja dan pengusaha.