An-Nadzir Gowa Umumkan Idul Adha 2025 Jatuh pada 5 Juni

Komunitas An-Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah akan dirayakan pada tanggal 5 Juni 2025. Keputusan ini menandai perayaan Idul Adha oleh kelompok tersebut sehari lebih awal dari perkiraan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Samiruddin Pademmui, pemimpin An-Nadzir, mengumumkan bahwa jemaahnya akan melaksanakan Salat Idul Adha pada hari Kamis, 5 Juni 2025, dan menjalankan puasa Sunnah Arafah pada hari Rabu, 4 Juni 2025. Penetapan tanggal ini didasarkan pada serangkaian pengamatan dan perhitungan yang cermat terhadap pergerakan bulan.

An-Nadzir menggunakan metode perhitungan bulan yang unik, yang diwariskan dari guru dan imam mereka, Syamsuri Abdul Madjid dan Ustaz Rangka Hanong Daey Kiyo. Metode ini melibatkan beberapa tahapan:

  • Pengamatan Bulan Purnama: An-Nadzir memulai dengan mengamati dan menghitung tiga bulan purnama (tanggal 14, 15, dan 16) berdasarkan kriteria khusus mereka.
  • Analisis Waktu Terbit dan Tenggelam Bulan: Mereka juga mengamati waktu terbit tiga bulan terakhir di timur pada sepertiga malam terakhir, fajar kasib, dan fajar siddiq, serta waktu tenggelam bulan di ufuk barat di sore hari, khususnya pada hitungan bulan 27, 28, dan 29.
  • Fenomena Alam: Menjelang pergantian bulan (konjungsi/ijtima/new moon), An-Nadzir memperhatikan fenomena alam seperti hujan, petir, angin kencang, dan pasang puncak air laut (kondak).
  • Pemanfaatan Teknologi: An-Nadzir juga memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu. Mereka menggunakan aplikasi Luna SolCal dan Sun Position Demo, yang telah mereka teliti selama beberapa tahun terakhir, untuk meningkatkan akurasi data waktu terbit dan tenggelam bulan.

Dengan kombinasi metode tradisional dan teknologi modern, An-Nadzir yakin bahwa perhitungan mereka akurat dan dapat diandalkan. Penetapan Hari Raya Idul Adha oleh An-Nadzir ini menunjukkan adanya perbedaan metode penentuan hari raya dalam Islam, di mana kelompok ini memiliki pendekatan tersendiri dalam menentukan awal bulan Hijriah. Perbedaan ini sering kali menghasilkan perayaan hari raya yang berbeda dengan ketetapan pemerintah, namun tetap dihormati sebagai bagian dari keberagaman praktik keagamaan di Indonesia.