Investigasi Mendalam Ungkap Faktor Pemicu Longsor Tambang Batu Alam di Cirebon: Area Rawan dan Teknik Penambangan Jadi Sorotan
Tragedi longsor yang menimpa area pertambangan batu alam di Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (30/5) lalu, kini menemui titik terang terkait penyebabnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi telah melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap faktor-faktor yang berkontribusi pada bencana tersebut.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa berdasarkan analisis peta zona kerentanan gerakan tanah, Kabupaten Cirebon termasuk dalam wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi. Hal ini berarti daerah tersebut memiliki potensi besar untuk terjadinya gerakan tanah, terutama saat curah hujan di atas normal atau ketika gerakan tanah lama kembali aktif. "Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali," ujar Wafid.
Selain faktor geologis, kemiringan lereng tebing yang sangat terjal, mencapai lebih dari 45 derajat, juga menjadi faktor signifikan. Kondisi ini diperparah dengan praktik penambangan terbuka yang menggunakan metode under cutting, yang semakin meningkatkan risiko longsor.
Menyikapi situasi ini, Wafid mengimbau masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi bencana untuk segera mengungsi ke tempat yang lebih aman. Potensi terjadinya longsor susulan masih sangat tinggi, terutama dengan kondisi cuaca yang tidak menentu. "Penanganan longsoran, evakuasi/pencarian korban tertimbun agar memperhatikan cuaca dan lereng terjal, agar tidak dilakukan pada saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan yang bisa menimpa atau menimbun petugas," tegasnya.
Kementerian ESDM juga telah mengirimkan Tim Inspektur Tambang ke lokasi kejadian untuk melakukan investigasi teknis lapangan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penegakan kaidah pertambangan yang baik. Pemerintah menekankan bahwa setiap kegiatan pertambangan wajib mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, menyampaikan duka cita mendalam atas musibah ini. "Kementerian ESDM menyampaikan duka cita mendalam atas musibah longsor yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Tim inspektur sedang terjun ke lapangan untuk mendalami ini," ujarnya.
Sebelumnya dilaporkan, longsor di lereng tambang batu alam menyebabkan sejumlah pekerja meninggal dunia dan luka-luka. Alat berat seperti excavator dan dump truck juga mengalami kerusakan parah, dan beberapa pekerja yang bertugas sebagai kuli angkut diduga masih tertimbun longsor.
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, pemerintah menegaskan bahwa setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pertambangan harus memiliki izin resmi dan menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik. Pengelolaan dan pengawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas batuan menjadi kewenangan Gubernur, sesuai dengan Perpres 55 Tahun 2022. Sementara itu, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM bertugas melakukan pengawasan teknis melalui Inspektur Tambang.
Data terbaru dari lapangan menunjukkan bahwa hingga Minggu (1/6/2025) pagi, total korban meninggal dunia akibat longsor tambang di Gunung Kuda mencapai 19 orang. Selain itu, 6 orang masih dalam proses pencarian, dan 7 orang mengalami luka-luka. Tim SAR gabungan terus berupaya melakukan pencarian dan evakuasi korban.
Data Korban Longsor Tambang Cirebon (Update 1 Juni 2025)
- Meninggal Dunia: 19 orang
- Luka-luka: 7 orang
- Dalam Pencarian: 6 orang