Polemik Penulisan Ulang Sejarah Indonesia: PDIP Ingatkan Pentingnya Fakta, Bukan Interpretasi Pemenang

Pemerintah Indonesia tengah berupaya menyusun ulang sejarah bangsa melalui serangkaian buku yang melibatkan sejumlah sejarawan dan akademisi. Inisiatif ini menuai perhatian dari berbagai pihak, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menekankan pentingnya penulisan sejarah berdasarkan fakta yang akurat, bukan sekadar narasi dari pihak yang berkuasa.

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, menyampaikan pesan tersebut usai menghadiri peringatan Hari Lahir Pancasila. Ia menyoroti pengalaman masa lalu ketika penentuan Hari Lahir Pancasila sempat diperdebatkan berdasarkan interpretasi sejarah tertentu. Djarot berharap, proses penulisan ulang sejarah kali ini tidak terjebak dalam bias atau kepentingan politik sesaat, melainkan mengedepankan kebenaran sejarah yang sesungguhnya.

"Penulisan sejarah itu tolong benar-benar sesuai dengan fakta sejarah, bukan 'his story,' bukan story mereka yang menang, tapi betul-betul story cerita perjuangan bangsa kita ini," tegas Djarot.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses penulisan sejarah. Menurutnya, sejarah tidak boleh ditutup-tutupi atau disimpangkan demi kepentingan tertentu. Keterbukaan dan objektivitas menjadi kunci untuk menghasilkan catatan sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menanggapi penghilangan istilah "Orde Lama" dalam penulisan ulang sejarah, Djarot menyerahkan sepenuhnya kepada para ahli sejarah. Ia berpendapat bahwa penentuan periodisasi sejarah seperti Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi merupakan kajian yang kompleks dan membutuhkan keahlian khusus.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menjelaskan bahwa penulisan ulang sejarah ini bertujuan untuk:

  • Menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris.
  • Menjawab tantangan-tantangan terbaru.
  • Membentuk identitas nasional yang kuat.
  • Menegaskan otonomi sejarah.
  • Relevansi bagi generasi muda.
  • Reinventing Indonesian identity.

Fadli Zon juga merinci susunan buku penulisan sejarah yang terdiri dari 11 jilid, termasuk indeks:

  • Sejarah Awal Nusantara
  • Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
  • Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
  • Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
  • Respons Terhadap Penjajahan
  • Pergerakan Kebangsaan
  • Perang Kemerdekaan Indonesia
  • Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
  • Orde Baru (1967-1998)
  • Era Reformasi (1999-2024)

Fadli Zon menjelaskan alasan di balik keputusan untuk tidak menggunakan istilah "Orde Lama" adalah karena pemerintahan sebelum Orde Baru tidak pernah menyebut diri mereka sebagai "Orde Lama." Perubahan ini diharapkan dapat menciptakan perspektif yang lebih netral dan inklusif dalam penulisan sejarah.

Inisiatif penulisan ulang sejarah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan akurat tentang perjalanan bangsa Indonesia, serta memperkuat identitas nasional di tengah tantangan globalisasi.