Polemik Visa Furoda: DPR Mendesak Pemerintah Lindungi Jemaah Haji Non-Kuota

Polemik terkait visa furoda kembali mencuat seiring dengan banyaknya calon jemaah haji yang gagal berangkat ke tanah suci. Tim Pengawas Haji DPR RI menyoroti perlunya peran aktif pemerintah dalam melindungi hak-hak jemaah haji yang menggunakan visa non-kuota ini.

Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menekankan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh warga negaranya, termasuk mereka yang menggunakan visa furoda untuk menunaikan ibadah haji. Meskipun mekanisme visa ini bersifat business to business (B2B) antara agen perjalanan di Indonesia dan penyedia layanan di Arab Saudi, tanggung jawab negara tidak boleh diabaikan.

"Negara tetap harus hadir untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi para jemaah," ujar Fikri di Jeddah, menekankan bahwa perlindungan terhadap jemaah yang gagal berangkat akibat masalah visa harus menjadi perhatian utama pemerintah.

Fikri menambahkan, landasan hukum yang kuat harus menjamin perlindungan bagi jemaah haji furoda, karena mereka adalah warga negara yang hak-haknya dilindungi oleh undang-undang. Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dan regulasi teknis yang jelas dalam pelaksanaan ibadah haji menggunakan visa furoda. Mengambil contoh dibukanya peluang umrah mandiri oleh Arab Saudi, Fikri mendesak pemerintah Indonesia untuk memastikan jemaah furoda mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan yang komprehensif.

"Ini bukan hanya urusan bisnis, melainkan soal perlindungan warga negara. Pemerintah harus memastikan bahwa jemaah yang telah melunasi biaya haji dan memiliki niat ibadah tetap mendapatkan pelayanan yang layak," tegasnya.

Revisi Undang-Undang Haji dan Umrah:

Kementerian Agama RI mencatat lebih dari seribu calon jemaah haji furoda gagal berangkat tahun ini akibat visa mereka tidak diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi. Sebagai tindak lanjut, sejumlah agen perjalanan penyelenggara telah dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban atas kejadian ini.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama, Nur Alya Fitra, menyatakan bahwa pihaknya akan mengawal proses pengembalian dana kepada jemaah secara penuh, atau menawarkan opsi keberangkatan di tahun berikutnya. Kementerian Agama juga tengah membahas revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah bersama DPR RI. Revisi ini akan mencakup ketentuan baru terkait pengawasan dan perlindungan hukum bagi jemaah yang menggunakan visa non-kuota seperti furoda dan mujamalah.

Poin-poin penting yang menjadi perhatian dalam revisi undang-undang tersebut antara lain:

  • Peningkatan pengawasan terhadap agen perjalanan yang menawarkan paket haji furoda.
  • Standarisasi pelayanan dan fasilitas yang harus diberikan kepada jemaah furoda.
  • Mekanisme penyelesaian sengketa antara jemaah dan agen perjalanan.
  • Sanksi yang tegas bagi agen perjalanan yang melanggar ketentuan.

Dengan adanya revisi undang-undang ini, diharapkan perlindungan terhadap jemaah haji yang menggunakan visa non-kuota dapat ditingkatkan, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.