Gelombang Konversi ke Ortodoks Rusia: Fenomena Maskulinitas dan Pencarian Identitas di Kalangan Pemuda Amerika

Gelombang Konversi ke Ortodoks Rusia: Fenomena Maskulinitas dan Pencarian Identitas di Kalangan Pemuda Amerika

Sebuah fenomena menarik tengah terjadi di Amerika Serikat, di mana semakin banyak pemuda yang beralih keyakinan dan bergabung dengan Gereja Ortodoks Rusia di Luar Rusia (ROCOR). Tren ini memunculkan pertanyaan tentang apa yang mendorong para pemuda ini untuk mencari identitas dan spiritualitas dalam tradisi agama yang berasal dari abad ke-4 Masehi, terutama di tengah arus modernitas dan perubahan sosial yang pesat.

Salah satu tokoh sentral dalam fenomena ini adalah Pendeta Moses McPherson, seorang mantan Kristen Protestan yang kini menjadi pendeta di ROCOR Georgetown, Texas. Melalui akun YouTubenya yang memiliki ribuan pengikut, Pendeta Moses menyuarakan pandangan tentang maskulinitas dan kejantanan yang kuat. Baginya, banyak aspek kehidupan modern dianggap terlalu feminin, dan ia mendorong para pengikutnya untuk merangkul nilai-nilai tradisional. Ia sering membagikan video dirinya sedang mengangkat beban, yang semakin menarik perhatian para pemuda yang mencari sosok panutan maskulin.

ROCOR sendiri adalah jaringan global yang berpusat di New York dan telah mengalami pertumbuhan signifikan di AS dalam beberapa waktu terakhir. Banyak orang yang beralih agama merasa tertarik dengan tradisi dan ajaran yang ditawarkan oleh ROCOR. Bahkan, Pendeta Moses mengungkapkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, jumlah jemaatnya meningkat tiga kali lipat. Salah satu faktor yang menarik perhatian adalah penekanan pada peran tradisional pria sebagai pencari nafkah dan wanita sebagai pengurus rumah tangga, yang dianggap sebagai hubungan yang sehat dan seimbang.

Daya Tarik Ortodoks Rusia

  • Penolakan terhadap arus utama: Banyak pemuda yang bergabung dengan ROCOR merasa tidak nyaman dengan nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat Amerika modern. Mereka merasa bahwa pria terus-menerus disalahkan dan dikritik, dan bahwa peran tradisional pria dan wanita tidak lagi dihargai.
  • Pencarian identitas: Bagi banyak orang, agama baru ini memberikan rasa identitas dan tujuan yang jelas. Mereka merasa menemukan komunitas yang memiliki nilai-nilai yang sama dengan mereka, dan mereka merasa memiliki tempat di dunia.
  • Maskulinitas: ROCOR sering dipandang sebagai agama yang maskulin, disiplin, dan otoriter. Hal ini menarik bagi para pemuda yang mencari sosok panutan maskulin dan yang ingin merasa lebih kuat dan berdaya.
  • Keluarga dan tradisi: ROCOR menekankan pentingnya keluarga dan tradisi. Hal ini menarik bagi para pemuda yang ingin membangun keluarga yang kuat dan yang ingin mempertahankan nilai-nilai tradisional.

Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya tanpa kritik. Elissa Bjeletich Davis, seorang mantan Protestan yang kini menjadi anggota Gereja Ortodoks Yunani, mengatakan bahwa beberapa orang yang pindah agama memiliki gagasan yang aneh tentang agama baru mereka, terutama mereka yang berada di Gereja Rusia. Dia mengatakan bahwa mereka melihatnya sebagai agama yang militeristik, kaku, disiplin, maskulin, dan otoriter.

Di sisi lain, Buck Jackson, seorang mantan ateis yang kini menjadi penganut Ortodoks Rusia, mengatakan bahwa ia awalnya takut masuk Gereja Ortodoks Rusia karena dirinya "terlihat berbeda, penuh tato". Tapi dia justru disambut dengan tangan terbuka. Dia juga terkesan dengan gereja yang tetap buka selama lockdown Covid.

Peran Digital dan Pengaruh Politik

Media sosial dan platform digital memainkan peran penting dalam penyebaran agama Ortodoks Rusia di kalangan pemuda Amerika. Pendeta Moses dan pendeta Ortodoks lainnya aktif di media sosial, membagikan video dan siniar yang menarik perhatian banyak orang. Mereka juga menggunakan platform ini untuk mengumumkan acara-acara gereja dan untuk berinteraksi dengan para pengikut mereka.

Selain itu, ada juga faktor politik yang berperan dalam fenomena ini. Beberapa orang melihat Rusia sebagai benteng terakhir Kekristenan sejati, terutama setelah perubahan dramatis Presiden Donald Trump yang lebih condong ke Moskow. Mereka merasa bahwa Rusia adalah satu-satunya negara yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional dan yang menentang liberalisme Barat.

Namun, dukungan Patriark Kirill terhadap invasi Ukraina telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan penganut Ortodoks Rusia. Beberapa orang merasa tidak nyaman dengan dukungan Patriark terhadap perang, sementara yang lain merasa bahwa perkataannya telah diputarbalikkan.

Terlepas dari kontroversi dan kritik, gelombang konversi ke Ortodoks Rusia di kalangan pemuda Amerika adalah fenomena yang menarik dan kompleks. Ini mencerminkan pergeseran politik dan sosial yang lebih luas, serta pencarian identitas dan spiritualitas di tengah arus modernitas.