Jakarta Pertimbangkan Regulasi Ondel-Ondel: Pelestarian Budaya atau Pembatasan Mata Pencaharian?

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menggodok sebuah Peraturan Daerah (Perda) yang berpotensi mengubah wajah pertunjukan ondel-ondel di ibu kota. Perda tentang Lembaga Adat Betawi ini, yang saat ini masih dalam tahap penyusunan, direncanakan akan memuat larangan penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen.

Wacana ini mencuat setelah Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menyampaikan keprihatinannya atas pergeseran fungsi ondel-ondel. Menurutnya, ondel-ondel yang seharusnya menjadi bagian dari seni tradisional Betawi yang kaya sejarah, kini seringkali hanya dianggap sebagai ornamen mainan dan alat hiburan keliling. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, sebelumnya juga telah menyuarakan pandangan serupa, menekankan pentingnya merawat ondel-ondel dengan baik dan tidak menjadikannya sekadar pengamen jalanan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk mengundang berbagai acara di ibu kota.

Inisiatif ini bukan tanpa dasar. Pada tahun 2021, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ahmad Riza Patria, telah menegaskan bahwa pelarangan ondel-ondel mengamen bertujuan untuk menjaga marwah ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi. Pemprov DKI Jakarta menganggap bahwa ondel-ondel tidak sepatutnya digunakan untuk mengamen atau bahkan mengemis, dan berjanji untuk mencari solusi alternatif bagi para pengamen ondel-ondel agar tetap dapat menyalurkan kesenian mereka tanpa merendahkan nilai budaya.

Namun, larangan ini memicu pertanyaan tentang nasib para pengamen ondel-ondel yang menggantungkan hidup mereka dari pertunjukan jalanan. Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menjelaskan bahwa fenomena ondel-ondel mengamen muncul sebagai dampak krisis ekonomi pasca-reformasi 1998, ketika banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan mencari cara alternatif untuk bertahan hidup.

Sejarah Ondel-Ondel

Sejarah mencatat, ondel-ondel lahir dari kehidupan agraris masyarakat Betawi di pinggiran Jakarta. Dahulu, ondel-ondel hadir sebagai simbol kebahagiaan dan ungkapan syukur atas panen raya. Seiring berjalannya waktu, fungsinya berkembang menjadi bagian dari hiburan rakyat dan pelengkap dalam berbagai acara adat dan perayaan.

  • Masa Lalu: Simbol kebahagiaan dan ungkapan syukur atas panen raya.
  • Perkembangan: Bagian dari hiburan rakyat dan pelengkap acara adat.
  • Pasca-Reformasi 1998: Menjadi sarana mengamen akibat krisis ekonomi.

Ridwan Saidi berharap Pemprov DKI Jakarta dapat bersikap bijaksana dalam menangani masalah ini, mengingat larangan total berpotensi menghilangkan mata pencaharian sebagian seniman jalanan. Ia menekankan perlunya solusi yang tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga memberikan alternatif penghidupan bagi para pengamen ondel-ondel.

Perda tentang Lembaga Adat Betawi ini menjadi krusial, apakah akan menjadi instrumen pelestarian budaya atau justru menjadi penghalang bagi mata pencaharian sebagian masyarakat Jakarta? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat bergantung pada rumusan pasal-pasal yang ada dan implementasinya di lapangan.