Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Tergerus Lonjakan Impor pada April 2025
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada bulan April 2025, namun angkanya mengalami penurunan signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, hanya mencapai US$ 160 juta. Tekanan utama berasal dari peningkatan impor yang cukup besar, terutama di sektor non-migas, yang mengalami pertumbuhan hampir 30% secara tahunan. Data ini mengindikasikan adanya perubahan dinamika dalam aktivitas perdagangan internasional Indonesia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa surplus perdagangan pada bulan April terutama didukung oleh ekspor non-migas senilai US$ 1,51 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan migas mengalami defisit yang cukup dalam, mencapai US$ 1,35 miliar. Kondisi ini menyoroti peran penting sektor non-migas dalam menjaga surplus neraca perdagangan secara keseluruhan.
"Surplus ini masih dapat dipertahankan berkat kinerja ekspor beberapa komoditas utama seperti bahan bakar mineral, minyak nabati, serta besi dan baja," ungkap Pudji dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, pada Senin (2/6/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi kontribusi signifikan dari sektor-sektor tersebut dalam menopang kinerja ekspor Indonesia.
Dengan pencapaian ini, Indonesia telah berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Namun, tren penurunan nilai surplus menjadi perhatian serius karena adanya peningkatan impor yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai potensi dampak negatif dari lonjakan impor terhadap stabilitas neraca perdagangan.
Secara kumulatif, selama periode Januari hingga April 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 11,07 miliar. Surplus ini didorong oleh kinerja ekspor non-migas yang mencapai US$ 17,26 miliar, meskipun neraca migas masih mengalami defisit sebesar US$ 6,19 miliar. Angka ini menunjukkan bahwa sektor non-migas masih menjadi motor penggerak utama dalam menciptakan surplus neraca perdagangan.
Total ekspor pada bulan April 2025 tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, mengalami kenaikan sebesar 5,76% dibandingkan dengan bulan April 2024. Komoditas utama yang berkontribusi terhadap kenaikan ini berasal dari industri pengolahan, seperti minyak kelapa sawit, logam dasar besi, bahan kimia dasar organik, nikel, dan semikonduktor. Sektor industri pengolahan memainkan peran penting dalam meningkatkan nilai ekspor Indonesia.
Salah satu komoditas yang mencatat peningkatan signifikan adalah mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), yang naik hingga 59,67% dan menyumbang andil sebesar 3,01% terhadap total ekspor pada bulan April. Hal ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur, khususnya yang terkait dengan teknologi, semakin berperan dalam mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia.
Ekspor selama periode Januari hingga April 2025 didominasi oleh besi dan baja, batu bara, serta CPO (Crude Palm Oil) dan turunannya. Besi dan baja mengalami kenaikan sebesar 6,62%, CPO tumbuh 20%, namun batu bara mengalami penurunan sebesar 19,74% akibat penurunan harga global yang mencapai titik terendah sejak Mei 2021. Fluktuasi harga komoditas global memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja ekspor masing-masing komoditas.
Dari sisi negara tujuan, Tiongkok, Amerika Serikat, dan India menjadi tiga pasar ekspor utama, menyumbang hampir 41% dari total ekspor non-migas selama empat bulan pertama tahun 2025. Nilai ekspor ke Tiongkok tercatat sebesar US$ 18,87 miliar. Ketergantungan Indonesia pada beberapa pasar ekspor utama ini perlu diperhatikan untuk diversifikasi pasar di masa depan.
Namun, tekanan besar datang dari sisi impor. Nilai impor pada bulan April 2025 mencapai US$ 20,59 miliar, meningkat 21,84% dibandingkan dengan bulan April tahun sebelumnya. Impor non-migas tumbuh tajam sebesar 29,86% menjadi US$ 18,07 miliar, sementara impor migas justru turun sebesar 15,57% menjadi US$ 2,52 miliar. Pergeseran ini menunjukkan bahwa impor non-migas menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja neraca perdagangan.
Secara kumulatif, total impor Indonesia dari Januari hingga April 2025 mencapai US$ 76,29 miliar, naik 6,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Negara asal impor terbesar masih berasal dari Tiongkok, Jepang, dan negara-negara ASEAN (di luar Thailand). Sementara impor dari Thailand dan Uni Eropa tercatat mengalami penurunan. Struktur impor Indonesia masih didominasi oleh beberapa negara mitra dagang utama.
Pudji juga mencatat bahwa fluktuasi harga komoditas global turut memengaruhi kinerja perdagangan. Harga energi, logam, dan pertanian cenderung menurun baik secara bulanan maupun tahunan, sementara logam mulia mengalami kenaikan harga tahunan. Volatilitas harga komoditas global menjadi faktor eksternal yang perlu diantisipasi dalam pengelolaan neraca perdagangan Indonesia.
Berikut rincian data yang disebutkan dalam berita:
- Surplus Neraca Perdagangan April 2025: US$ 160 juta
- Ekspor Non-Migas April 2025: US$ 1,51 miliar
- Defisit Neraca Perdagangan Migas April 2025: US$ 1,35 miliar
- Surplus Neraca Perdagangan Kumulatif Januari-April 2025: US$ 11,07 miliar
- Ekspor Non-Migas Kumulatif Januari-April 2025: US$ 17,26 miliar
- Defisit Neraca Perdagangan Migas Kumulatif Januari-April 2025: US$ 6,19 miliar
- Total Ekspor April 2025: US$ 20,74 miliar
- Kenaikan Ekspor April 2025 (yoy): 5,76%
- Impor April 2025: US$ 20,59 miliar
- Kenaikan Impor April 2025 (yoy): 21,84%
- Impor Non-Migas April 2025: US$ 18,07 miliar
- Pertumbuhan Impor Non-Migas April 2025: 29,86%
- Impor Migas April 2025: US$ 2,52 miliar
- Penurunan Impor Migas April 2025: 15,57%
- Total Impor Kumulatif Januari-April 2025: US$ 76,29 miliar
- Kenaikan Impor Kumulatif Januari-April 2025: 6,27%