Negara Berantas Premanisme Demi Keadilan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kebebasan berserikat di Indonesia, layaknya sebuah taman kota, memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkumpul, berpendapat, dan beraktivitas. Namun, kebebasan ini memiliki batas. Ketika seseorang mulai merusak fasilitas, mengganggu pengunjung lain, atau mengklaim kepemilikan taman untuk kelompoknya sendiri, tindakan tersebut bukan lagi kebebasan, melainkan perampasan hak bersama.

Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berserikat dan mendirikan organisasi kemasyarakatan (ormas). Sejak era reformasi, ratusan ribu ormas telah tumbuh, mencerminkan dinamika masyarakat sipil. Banyak dari ormas ini memainkan peran penting dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan kebudayaan. Mereka menjadi mitra negara dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Namun, belakangan ini, muncul penyimpangan yang mengkhawatirkan. Atribut ormas disalahgunakan sebagai kedok untuk melakukan tindakan premanisme, seperti pemerasan, intimidasi, dan penguasaan ruang publik secara ilegal. Tindakan ini bukan hanya melanggar etika sosial, tetapi juga melanggar hukum dan mengkhianati makna kebebasan. Negara tidak akan mentolerir tindakan premanisme, sejalan dengan komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk memperkuat hukum demi keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan bagi masyarakat serta dunia usaha.

Isu utama bukanlah keberadaan ormas, melainkan premanisme yang bersembunyi di balik atribut ormas. Negara tidak menindak kebebasan berserikat, tetapi menindak penyalahgunaan kebebasan yang merugikan banyak pihak. Premanisme dalam segala bentuknya adalah kejahatan. Pasal 368 KUHP secara tegas menyatakan bahwa pemerasan, baik dengan kekerasan maupun ancaman, merupakan tindak pidana. Jika dilakukan secara bersama-sama, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan di muka umum. Dalam konteks ormas, pelanggaran ini bertentangan dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ketika simbol dan struktur ormas digunakan secara sistematis untuk menekan masyarakat, ormas tersebut berubah menjadi bagian dari jaringan premanisme. Sistem hukum yang sehat tidak boleh memberikan celah bagi penyalahgunaan simbol sosial untuk menindas rakyat. Contoh-contoh kasus seperti penguasaan parkir liar, pemalakan pedagang kecil, pengambilalihan lahan negara, dan penganiayaan terhadap aparat penegak hukum adalah bukti nyata dari masalah ini. Tindakan-tindakan ini sama sekali tidak berkaitan dengan kegiatan ormas yang sah, melainkan tindakan kriminal yang berlindung di balik identitas kolektif.

Premanisme tidak hanya merugikan warga, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi nasional. Pelaku usaha, terutama UMKM, mengeluhkan adanya pungutan liar yang mengganggu aktivitas bisnis mereka. Investor asing juga menyampaikan kekhawatiran tentang maraknya premanisme yang dapat menghambat investasi. Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia memperkirakan potensi kerugian akibat batalnya investasi mencapai ratusan triliun rupiah, yang seharusnya dapat menciptakan jutaan lapangan kerja.

Kondisi ini bertentangan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan investasi sebagai motor penggerak pembangunan nasional. Negara yang ingin menjadi pusat manufaktur dan hilirisasi tidak dapat membiarkan premanisme mengganggu iklim usaha.

Pemerintah menerapkan tiga pendekatan terpadu untuk mengatasi premanisme: hukum, sosial, dan ekonomi. Pertama, pendekatan hukum dilakukan melalui pembentukan Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas yang melibatkan berbagai kementerian, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum. Sejak Mei 2025, ribuan terduga pelaku premanisme telah diamankan. Ormas yang terbukti melanggar hukum akan didata dan direkomendasikan untuk dikenai sanksi administratif hingga pembubaran.

Kedua, pendekatan sosial dilakukan dengan membuka ruang pembinaan bagi ormas untuk memastikan kebebasan berserikat dijalankan secara bertanggung jawab. Banyak pelaku premanisme yang diamankan ternyata memiliki motif untuk mendapatkan pengakuan dan eksistensi sosial. Intervensi sosial melalui pendidikan, pelatihan, dan kegiatan kemasyarakatan dapat mencegah keresahan sosial berubah menjadi kejahatan.

Ketiga, pendekatan ekonomi dilakukan dengan mengatasi akar masalah ekonomi yang menjadi penyebab premanisme. Pemerintah mencanangkan proyek strategis nasional yang diperkirakan akan menyerap jutaan tenaga kerja. Pemerintah juga terus menciptakan iklim investasi yang aman dan kondusif. Selain itu, anggaran perlindungan sosial ditingkatkan untuk mencegah kelompok rentan terjerumus ke dalam premanisme.

Ormas yang berkontribusi positif akan selalu menjadi mitra negara. Namun, premanisme tidak dapat ditoleransi karena merusak ketertiban dan menghambat kemajuan. Indonesia yang maju adalah Indonesia yang memiliki ormas yang kuat, rakyat yang terlindungi, ekonomi yang tumbuh, dan bebas dari premanisme. Republik ini harus menjadi taman yang terbuka, tertib, dan berdaya bagi semua warga negara.