Paradoks Pasar Beras: Stok Melimpah, Harga Eceran Justru Merangkak Naik

Anomali Pasar Beras: Kenaikan Harga di Tengah Surplus Stok

Fenomena menarik terjadi di pasar beras Indonesia pada Mei 2025. Di saat pemerintah mengumumkan rekor stok beras nasional, harga di tingkat konsumen justru mengalami kenaikan. Situasi ini memunculkan pertanyaan tentang efisiensi distribusi dan mekanisme pasar yang berlaku.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya disparitas harga beras antara tingkat produsen dan konsumen. Data menunjukkan bahwa harga beras di tingkat penggilingan mengalami penurunan tipis, yaitu sebesar 0,01% secara bulanan. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terdapat kenaikan sebesar 2,37%. Sementara itu, di tingkat grosir, terjadi inflasi sebesar 0,05% secara bulanan dan 2,07% secara tahunan. Peningkatan harga paling signifikan justru dirasakan oleh konsumen, dengan inflasi mencapai 0,20% secara bulanan dan 2,46% secara tahunan.

Rata-rata harga beras di tingkat penggilingan pada Mei 2025 adalah Rp 12.733 per kilogram, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 12.734 per kilogram. Di tingkat grosir, harga beras naik dari Rp 13.728 per kilogram menjadi Rp 13.735 per kilogram. Sementara itu, harga beras di tingkat eceran atau konsumen naik dari Rp 14.754 per kilogram menjadi Rp 14.784 per kilogram.

Kondisi ini kontras dengan pengumuman pemerintah mengenai rekor stok beras nasional. Kementerian Pertanian mengklaim bahwa stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah menembus angka 4 juta ton, sebuah pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Perum Bulog didirikan pada tahun 1969. Serapan beras oleh Bulog mencapai 2.407.257 ton, menjadikan total stok beras nasional sebesar 4.001.059 ton.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah berkontribusi terhadap pencapaian tersebut, termasuk petani, DPR RI, TNI, Polri, Kejaksaan, pemerintah daerah, PIHC, Perum Bulog, akademisi, pelaku usaha penggilingan, penyuluh pertanian lapangan (PPL), dan media.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah mengapa kenaikan stok beras yang signifikan tidak berdampak pada penurunan harga di tingkat konsumen? Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain:

  • Biaya Distribusi: Rantai distribusi beras yang panjang dan kompleks dapat meningkatkan biaya yang akhirnya dibebankan kepada konsumen.
  • Permainan Spekulan: Adanya spekulasi dari pihak-pihak tertentu yang menahan pasokan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.
  • Kualitas Beras: Perbedaan kualitas beras yang tersedia di pasar dapat mempengaruhi harga. Beras dengan kualitas premium cenderung lebih mahal.
  • Daya Beli Masyarakat: Peningkatan daya beli masyarakat dapat mendorong kenaikan harga, meskipun stok beras melimpah.

Untuk mengatasi anomali ini, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi beras, memberantas praktik spekulasi, dan memastikan ketersediaan beras berkualitas dengan harga terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Sinergi antara pemerintah, Bulog, dan pihak terkait lainnya sangat penting untuk menjaga stabilitas harga beras dan mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.