Pertemuan Prabowo dan Megawati di Hari Pancasila: Simbol Kenegarawanan dan Persatuan Nasional
Momen kebersamaan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, pada peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, menuai perhatian publik. Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, memberikan tanggapan positif terhadap peristiwa tersebut, menekankan pentingnya persahabatan dan hubungan baik yang telah lama terjalin antara kedua tokoh nasional ini.
Said Abdullah menjelaskan bahwa pertemuan tersebut merupakan cerminan sikap negarawan dari Prabowo dan Megawati. Ia mengungkapkan bahwa keduanya telah bersahabat sejak lama, dan hubungan mereka terjalin erat, baik dalam konteks politik maupun dalam urusan strategis yang berkaitan dengan ideologi negara, Pancasila.
Said juga menyinggung pertemuan Prabowo dan Megawati sebelumnya, yakni pada 9 April 2025. Ia mengapresiasi langkah Prabowo yang mengunjungi tokoh-tokoh bangsa, dan menilai hal ini sebagai modal penting bagi pemerintah dalam membangun stabilitas politik dan melaksanakan pembangunan.
Ketua Banggar DPR RI ini juga menyoroti pidato Presiden Prabowo yang secara khusus menyebut nama Megawati di awal sambutannya. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa Prabowo memberikan tempat terhormat kepada Megawati, baik sebagai mantan Presiden maupun sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP. Lebih dari sekadar urusan politik praktis, tindakan Prabowo ini mencerminkan penghormatan yang mendalam.
Prabowo, lanjut Said, juga menekankan pentingnya persatuan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan kebangsaan dan kenegaraan. Gagasan ini disambut baik oleh Megawati, yang juga memiliki komitmen kuat terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Said Abdullah juga menggarisbawahi bahwa sikap Prabowo dan Megawati ini melanjutkan tradisi baik dari para pemimpin sebelumnya. Meskipun berbeda haluan politik, mereka tetap menjalin silaturahmi dan menghormati satu sama lain. Ia mencontohkan bagaimana tokoh-tokoh politik di masa lalu, meskipun berbeda pandangan, tetap dapat berhubungan baik dan saling menghormati.
Ia memberikan contoh bagaimana Buya Hamka menjadi imam sholat jenazah Presiden Soekarno, meskipun hubungan mereka berdua pada masa itu diwarnai perbedaan pendapat politik yang cukup tajam.
Lebih lanjut, Said Abdullah menyebut bulan Juni sebagai bulan yang spesial bagi PDI Perjuangan. Selain menjadi momen pertama kali naskah pidato Pancasila dibacakan, bulan ini juga merupakan bulan kelahiran dan wafatnya proklamator RI, Bung Karno.
Sebagai penutup, Said Abdullah menilai bahwa Prabowo dan Megawati adalah tokoh-tokoh nasional yang memiliki keterhubungan batin, terutama dalam panggilan sejarah dan kebutuhan masa depan Indonesia. Ia menekankan bahwa pemahaman terhadap hal ini hanya dapat dicapai oleh mereka yang telah memiliki sikap zuhud dalam berbangsa dan bernegara, sehingga cara pandang mereka tidak hanya terbatas pada dinamika politik sesaat.