Gelar Pahlawan Nasional untuk Marsinah: Antara Apresiasi dan Tantangan Pemenuhan Hak Buruh

Momentum Hari Buruh 2025 menjadi sorotan dengan usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah, aktivis buruh yang meninggal secara tragis pada tahun 1993. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto, mengiringi usulan ini. Namun, muncul kekhawatiran bahwa pemberian gelar tersebut jangan sampai mengaburkan esensi perjuangan Marsinah dalam membela hak-hak buruh.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menekankan pentingnya pengungkapan kasus pembunuhan Marsinah secara tuntas. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menyatakan bahwa kasus ini masih belum terungkap hingga saat ini. Lebih lanjut, Isnur menyoroti semangat dan perjuangan Marsinah dalam memperjuangkan keadilan bagi buruh, termasuk kebebasan berserikat dan penghapusan kekerasan serta militerisme di dunia perburuhan.

  • Perjuangan yang Belum Usai Isnur mengingatkan bahwa banyak hal yang diperjuangkan Marsinah masih belum terwujud hingga kini. Ia menyoroti praktik outsourcing, sistem kontrak, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih marak terjadi. Menurutnya, perjuangan Marsinah adalah tentang memberikan jaminan penuh ketenagakerjaan, menghilangkan eksploitasi, menjamin kebebasan berserikat dan berekspresi, serta melindungi buruh dari kekerasan aparat.

  • Kritik Terhadap Keterlibatan Militer Isnur juga menyayangkan keterlibatan TNI dalam berbagai aspek kehidupan saat ini, seperti penanganan kebun, makanan, dan Bea Cukai. Ia mengingatkan agar pemberian gelar pahlawan kepada Marsinah tidak hanya menjadi gimmick untuk melupakan esensi perjuangan dan simbol perlawanan terhadap penindasan.

  • Tuntutan Nyata untuk Kesejahteraan Buruh Senada dengan YLBHI, Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menilai bahwa pemerintah tidak cukup hanya memberikan gelar pahlawan kepada Marsinah. Ia menekankan bahwa cita-cita Marsinah, yaitu kesejahteraan bagi buruh, harus benar-benar diwujudkan. Pemerintah perlu menuntaskan persoalan gaji rendah, jaminan sosial yang tidak komprehensif, dan praktik rekrutmen yang diskriminatif.

Aznil menyoroti masih banyaknya pekerja yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR), meskipun bekerja di perusahaan formal dan besar. Ia mendesak pemerintah untuk menindak tegas praktik tersebut dan tidak hanya memberikan gelar simbolis.

  • Permintaan Maaf dan Implementasi Perjuangan Aznil juga berpendapat bahwa pemerintah perlu meminta maaf atas tewasnya Marsinah akibat pembunuhan 32 tahun lalu. Ia mengusulkan tiga langkah konkret untuk menghormati Marsinah dan masyarakat Indonesia: meminta maaf atas pembunuhan Marsinah, memberikan gelar pahlawan, dan mengimplementasikan perjuangan-perjuangan Marsinah.

Jika ketiga hal ini tidak dipenuhi, Aznil khawatir bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Marsinah hanya akan menjadi lip service belaka. Ia bahkan meragukan keberanian pemerintah untuk memberikan gelar tersebut, mengingat rekam jejak pemerintah yang seringkali hanya memberikan janji-janji kosong.