Sorotan Tajam: Penunjukan Pejabat Tinggi Negara dan Erosi Sistem Merit dalam Birokrasi

Penunjukan Pejabat Tinggi Negara Picu Kekhawatiran Pelanggaran Sistem Merit

Penunjukan sejumlah pejabat tinggi negara baru-baru ini, termasuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Masyita Crystallin sebagai Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, telah menimbulkan kekhawatiran serius mengenai potensi pelanggaran terhadap prinsip sistem merit yang diamanatkan oleh Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

UU ASN secara tegas mengatur bahwa pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) harus dilakukan melalui proses seleksi yang transparan dan kompetitif, baik melalui panitia seleksi nasional (Panselnas) bagi instansi yang belum menerapkan sistem merit, maupun melalui manajemen talenta internal bagi instansi yang sudah mengadopsi sistem tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa hanya individu yang memiliki kompetensi, kualifikasi, dan rekam jejak yang teruji yang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan.

Potensi Pelanggaran UU ASN dan UU Anti-KKN

Selain berpotensi melanggar UU ASN, penunjukan pejabat tinggi tanpa melalui proses seleksi yang ketat juga dapat melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU Anti-KKN). UU Anti-KKN mengamanatkan bahwa setiap penyelenggara negara wajib menghindari praktik-praktik yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri merupakan salah satu instansi pemerintah yang telah lama dikenal sebagai pelopor penerapan sistem merit di Indonesia. Sejak tahun 2007, Kemenkeu telah menerapkan standar kompetensi yang ketat bagi setiap pegawai yang akan menduduki jabatan, melalui serangkaian ujian dan penilaian yang komprehensif. Bahkan, Kemenkeu dikenal sebagai salah satu kementerian yang mendapatkan tunjangan kinerja tertinggi berkat penerapan sistem merit yang disiplin dan terukur.

Dalam sistem merit yang ideal, pengangkatan pegawai dalam jabatan dilakukan melalui seleksi terbuka (open bidding) dengan melibatkan Panselnas yang disetujui dan diawasi oleh Komite Aparatur Sipil Negara (KASN), terutama jika kandidat berasal dari luar Kemenkeu. Sementara itu, promosi dari dalam Kemenkeu dilakukan melalui mekanisme manajemen talenta yang sistematis. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah proses seleksi tersebut telah ditempuh dalam penunjukan pejabat tinggi negara yang baru-baru ini?

Kekhawatiran Dampak Negatif pada Semangat Kerja dan Reformasi Birokrasi

Pengangkatan pejabat tinggi tanpa melalui sistem merit yang transparan dan akuntabel dikhawatirkan akan melukai perasaan puluhan ribu pegawai Kemenkeu yang selama ini telah berjuang keras untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi mereka melalui berbagai program pengembangan diri. Hal ini berpotensi menurunkan semangat kerja dan produktivitas pegawai, serta mengancam keberhasilan reformasi birokrasi yang telah lama diperjuangkan.

Penulis khawatir bahwa praktik pelanggaran sistem merit ini dapat berdampak pada gagalnya reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip meritokrasi di tingkat pimpinan dapat memberikan contoh yang buruk bagi jajaran di bawahnya, sehingga membuka peluang terjadinya praktik nepotisme dan jual beli jabatan di masa mendatang. Jika hal ini terjadi, maka reformasi birokrasi akan mengalami kemunduran, dan kita akan kembali ke masa lalu di mana kedekatan dan hubungan pribadi menjadi faktor penentu dalam pengangkatan jabatan.

Perlunya Kepatuhan terhadap Sistem Merit

Presiden sebagai kepala negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam mematuhi prinsip sistem merit, bukan justru mengabaikan atau melanggarnya. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 bahkan memberikan kewenangan kepada presiden untuk menarik kewenangan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS jika pejabat pembina kepegawaian (menteri/pimpinan lembaga) melanggar prinsip sistem merit.

Sistem merit sendiri didefinisikan sebagai penyelenggaraan manajemen ASN yang didasarkan pada prinsip meritokrasi, yaitu sistem yang menempatkan setiap orang pada jabatan berdasarkan kemampuan (kompetensi), kinerja, dan prestasi yang diukur secara objektif oleh pihak yang independen dan imparsial, bukan berdasarkan hubungan pribadi (nepotisme), kekayaan, maupun keturunan dan aspek primordial lainnya.

Pelanggaran terhadap sistem merit tidak hanya terjadi di Kemenkeu. Kompas.id dan Tempo.co juga telah menyoroti penempatan perwira Polri pada berbagai kementerian dan lembaga dalam jabatan eselon I dan eselon II. Meskipun UU ASN memperbolehkan perwira Polri dan TNI untuk menduduki jabatan di kementerian atau lembaga, penempatan tersebut tetap harus memenuhi ketentuan sistem merit atau manajemen talenta.

Mobilitas talenta antarkementerian dan lembaga, termasuk TNI dan Polri, dapat dilakukan oleh presiden. Namun, ketentuan pelaksanaan atas pasal tersebut belum diterbitkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, ketentuan pelaksanaan yang telah ada sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020, masih berlaku.

Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa pengisian JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Selain itu, pengisian JPT melalui mutasi antarinstansi juga harus melalui uji kompetensi.

Dengan demikian, pengangkatan perwira TNI/Polri dalam kementerian/lembaga atau PNS antarkementerian/lembaga seharusnya melalui proses uji kompetensi. Jika penempatan pejabat antarkementerian/lembaga atau dari TNI/Polri ke kementerian/lembaga tidak melalui uji kompetensi, maka hal tersebut merupakan pelanggaran sistem merit dalam kerangka reformasi birokrasi.

Publik sulit untuk percaya bahwa reformasi birokrasi akan ditegakkan jika proses pengangkatan dalam jabatan melanggar prinsip reformasi birokrasi, khususnya berkaitan dengan sistem merit.