Tren Rumah Compact di Area Urban: Antara Efisiensi dan Kualitas Hidup
Fenomena rumah berukuran kecil atau compact house semakin menjamur di kawasan perkotaan dan pinggiran kota. Rumah-rumah ini umumnya memiliki lebar fasad yang sempit, antara 1,5 hingga 6 meter, seringkali tanpa carport atau lahan parkir yang memadai.
Arsitek Denny Setiawan menjelaskan bahwa lonjakan tren ini dipicu oleh melambungnya harga lahan, yang secara langsung berdampak pada harga jual properti. Di sisi lain, daya beli masyarakat cenderung menurun, membuat banyak orang kesulitan membeli rumah yang lebih luas karena keterbatasan pendapatan bulanan yang lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Selain faktor ekonomi, ketersediaan lahan untuk pembangunan rumah tapak di pusat kota juga semakin terbatas. Akibatnya, banyak rumah dibangun di atas lahan yang relatif kecil. Pemilik rumah menyiasati keterbatasan ini dengan membangun rumah vertikal atau bertingkat.
"Bagi mereka yang ingin tetap tinggal di pusat kota, ada beberapa konsep hunian yang bisa diterapkan. Salah satunya adalah compact house, yaitu rumah kecil yang dirancang secara efisien untuk mengakomodasi semua kebutuhan. Konsep lain adalah single building, multi dwelling, di mana satu lahan dapat menampung tiga hingga empat keluarga. Konsep ini banyak ditemukan di negara-negara seperti Jepang dan Korea," ujar Denny.
Lantas, apa saja keuntungan dan tantangan dari tren rumah berukuran kecil ini?
Salah satu keuntungan utama adalah kedekatan dengan pusat kota. Meskipun tinggal di rumah yang lebih kecil, penghuni tetap dapat menikmati akses mudah ke tempat kerja dan fasilitas transportasi umum, sehingga dapat memangkas waktu perjalanan.
Selain itu, rumah compact umumnya lebih terjangkau. Konsep rumah tumbuh juga memungkinkan perluasan bangunan secara vertikal di kemudian hari. Tren ini juga sejalan dengan gaya hidup minimalis atau frugal living yang semakin populer.
Namun, Denny juga mengingatkan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait dengan kelayakan hunian rumah berukuran kecil. Salah satunya adalah minimnya pencahayaan alami, terutama jika rumah tersebut berdempetan dengan bangunan lain atau terletak di gang sempit.
Kurangnya pencahayaan dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, memicu pertumbuhan jamur, dan berdampak negatif pada kesehatan penghuni.
"Dengan lahan yang terbatas, rumah seringkali kekurangan ventilasi dan pencahayaan yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan desain yang cerdas untuk memastikan semua ruangan mendapatkan sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik," jelasnya.
Keterbatasan ruang gerak juga menjadi perhatian. Denny menekankan bahwa luas ruang gerak ideal untuk satu orang adalah sekitar 9 meter persegi (3x3 meter).
"Ukuran ideal untuk sebuah keluarga? Idealnya satu orang membutuhkan ruang 3x3 meter. Jadi, jika anggota keluarga ada empat atau lima orang, tinggal dikalikan saja," imbuh Denny.