Tragedi Longsor Cirebon: Pemerintah Pusat Turun Tangan Evaluasi Izin Tambang Gunung Kuda

Merespon bencana longsor yang menelan korban jiwa di area pertambangan Gunung Kuda, Cipanas, Dukupuntang, Cirebon, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin usaha pertambangan (IUP) di lokasi tersebut. Penegasan ini disampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, menyusul insiden longsor yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.

Bahlil menjelaskan bahwa izin tambang galian C di wilayah tersebut sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah, yang dilimpahkan kepada Gubernur Jawa Barat. Kendati demikian, Kementerian ESDM tidak tinggal diam. Tim dari kementerian telah diterjunkan ke lokasi kejadian untuk melakukan investigasi awal. Menteri Bahlil juga berencana mengunjungi langsung lokasi longsor pada Selasa (3/6/2025) atau Rabu (4/6/2025) untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi di lapangan.

Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian ESDM telah mengidentifikasi Kabupaten Cirebon sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan gerakan tanah yang tinggi. Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti kemiringan lereng yang curam (lebih dari 45 derajat) dan penerapan metode penambangan terbuka dengan teknik under cutting menjadi pemicu utama terjadinya longsor.

Menyusul kejadian tragis ini, Badan Geologi mengimbau warga di sekitar lokasi tambang untuk segera mengungsi ke tempat yang lebih aman, mengingat potensi terjadinya longsor susulan masih sangat tinggi. Imbauan ini juga ditujukan kepada tim evakuasi dan pencarian korban, agar senantiasa memperhatikan kondisi cuaca dan kestabilan lereng selama proses pencarian berlangsung. Penanganan longsoran dan evakuasi korban diimbau untuk tidak dilakukan saat dan setelah hujan deras, guna menghindari risiko longsor susulan yang dapat membahayakan petugas.

Data terakhir yang dihimpun hingga 1 Juni 2025 menunjukkan bahwa korban tewas akibat longsor mencapai 19 orang. Selain itu, tujuh orang mengalami luka-luka dan enam orang lainnya masih dalam proses pencarian. Lokasi tambang yang longsor diketahui dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang diterbitkan oleh Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat pada 5 November 2020. Luas wilayah tambang tersebut mencapai 9,16 hektar dengan komoditas utama berupa tras.

Gubernur Jawa Barat telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha tambang yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, mengungkapkan bahwa di blok Gunung Kuda terdapat empat izin tambang, satu di antaranya milik Al-Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah, dan satu masih dalam tahap eksplorasi yang diduga terkait dengan grup Al-Azhariyah.

Bambang menambahkan bahwa sejak tahun 2024, tambang tersebut tidak memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Pihaknya telah berulang kali mengingatkan dan bahkan meminta penghentian kegiatan tambang sejak 19 Maret 2025, namun tidak diindahkan. Akibatnya, insiden longsor yang menelan korban jiwa pun tak terhindarkan. Pencabutan izin operasi produksi secara permanen telah dilakukan terhadap Koperasi Al Azhariyah dan tiga perusahaan lainnya yang beroperasi di wilayah tersebut.