Tragedi Haji Ilegal: WNI Meninggal di Gurun Makkah Akibat Dehidrasi
Tragedi menimpa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial SM yang ditemukan meninggal dunia di gurun Jumum, Makkah, Arab Saudi. Kejadian pilu yang terjadi pada 27 Mei 2024 ini diduga kuat akibat SM nekat menunaikan ibadah haji secara ilegal.
Bersama dua rekannya, J dan S, SM mencoba memasuki Makkah tanpa mengantongi dokumen haji resmi. Mereka menggunakan visa ziarah multiple dan menyewa taksi gelap sebagai upaya menghindari pemeriksaan petugas. Namun, nasib berkata lain. Sopir taksi yang panik karena takut terjaring razia, menurunkan mereka di tengah gurun yang terkenal dengan suhu ekstremnya. Kondisi ini menyebabkan ketiganya mengalami dehidrasi parah. Sayangnya, SM tidak dapat bertahan dan meninggal dunia. J dan S berhasil diselamatkan oleh aparat keamanan Saudi dalam kondisi kritis.
Ironisnya, ini bukan kali pertama SM mencoba peruntungan dengan cara ilegal. Sebelumnya, almarhum bersama sepuluh WNI lainnya pernah ditangkap dalam razia dan dideportasi ke Jeddah. Namun, SM tidak menyerah dan terus berupaya kembali ke Makkah melalui jalur-jalur tidak resmi.
Pemerintah Arab Saudi sendiri telah mengambil langkah tegas terhadap praktik haji ilegal. Tahun ini saja, lebih dari 269.000 orang tanpa izin telah dicegah memasuki Makkah. Sanksi berat menanti para pelanggar, mulai dari denda hingga USD 5.000, deportasi, dan hukuman lainnya. Kebijakan ini berlaku bagi seluruh warga negara asing dan penduduk lokal.
Ibadah haji merupakan ibadah yang sakral dan diatur secara ketat. Pemerintah Arab Saudi memberlakukan visa haji sebagai syarat wajib bagi seluruh calon jemaah. Di Indonesia, Kementerian Agama bertanggung jawab mengatur penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Kuota haji yang terbatas, yakni 221.000 orang untuk tahun ini, membuat masa tunggu keberangkatan bisa mencapai puluhan tahun.
Di Indonesia, terdapat tiga program haji resmi yang diakui:
- Haji Reguler: Program ini memiliki masa tunggu terlama, bisa mencapai 30 tahun atau lebih, tergantung pada wilayah provinsi. Bagi calon jemaah yang berdomisili di Jabodetabek, masa tunggu berkisar antara 20 hingga 30 tahun. Bahkan di beberapa daerah lain, masa tunggu bisa mencapai lebih dari 40 tahun.
- Haji Khusus (ONH Plus) Kuota Pemerintah (Kemenag): Program ini memiliki masa tunggu yang lebih singkat, berkisar antara 3 hingga 9 tahun.
- Haji Mujamalah/Furoda: Untuk tahun ini, dipastikan tidak ada penerbitan visa Furoda.
Lamanya masa tunggu inilah yang seringkali mendorong sebagian calon jemaah untuk mengambil jalan pintas dengan mencoba haji secara ilegal. Mereka rela menempuh risiko besar demi mewujudkan impian beribadah di Tanah Suci.
Modus yang kerap digunakan adalah dengan memanfaatkan jasa travel gelap dan menghindari pemeriksaan di check point haji dengan memutar melalui jalur-jalur alternatif. Para jemaah haji ilegal ini biasanya menumpang kendaraan travel gelap yang menghindari rute resmi untuk menghindari razia petugas.
Kondisi jemaah haji ilegal sangat memprihatinkan. Selain tidak mendapatkan fasilitas transportasi dan penginapan yang layak, mereka juga rentan terhadap berbagai risiko, termasuk masalah kesehatan akibat cuaca ekstrem. Tak jarang, mereka terpaksa tidur di tempat-tempat terbuka seperti Masjid Nabawi atau area dekat hotel, bahkan mengemis makanan dari jemaah haji resmi.
Tragedi yang menimpa SM menjadi pengingat bagi kita semua tentang bahaya dan risiko haji ilegal. Selain melanggar hukum, praktik ini juga membahayakan keselamatan diri sendiri dan merugikan banyak pihak.