Tragedi Longsor Cirebon Ungkap Bobroknya Pengawasan Tambang Ilegal
Praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) masih menjadi masalah pelik di berbagai wilayah Indonesia, menuntut evaluasi mendalam dari pemerintah terkait pengawasan dan penegakan hukum. Lebih dari sekadar ancaman bagi para pelakunya, PETI menimbulkan kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Tragedi terbaru menimpa Cirebon, Jawa Barat, di mana belasan nyawa melayang dan sejumlah alat berat hancur akibat longsor di area penambangan batu alam ilegal. Insiden yang terjadi pada Jumat (30/5) lalu, sekitar pukul 10.00 WIB, dipicu oleh kombinasi faktor, termasuk kondisi geografis wilayah yang rawan pergerakan tanah.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa longsor diperparah oleh kemiringan lereng tebing yang ekstrem, mencapai lebih dari 45 derajat. Selain itu, lokasi penambangan yang terbuka dengan metode under cutting semakin meningkatkan risiko terjadinya longsor.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Bambang Tirto Mulyono, mengecam teknik penambangan under cutting sebagai praktik yang keliru dan berbahaya. Pihaknya mengaku telah berulang kali memberikan peringatan terkait risiko yang mungkin timbul, namun diabaikan oleh para penambang.
"Kami sudah berulang kali memperingatkan pihak tambang, bahkan sudah dengan nada keras. Polresta Cirebon juga telah memasang garis polisi di lokasi sejak Februari karena metode penambangan yang dilakukan tidak sesuai standar keselamatan. Seharusnya penambangan dilakukan dari atas, bukan dari bawah," tegas Bambang.
Menyusul insiden tragis tersebut, ESDM Jawa Barat bergerak cepat untuk menutup sejumlah titik pertambangan yang diduga ilegal. Data menunjukkan bahwa terdapat 176 tambang ilegal yang tersebar di 16 kabupaten dan 1 kota di Jawa Barat. Pihak ESDM Jawa Barat berjanji akan meningkatkan pengawasan aktif dengan menerbitkan dua jenis surat edaran.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan adanya praktik curang dalam pengajuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), termasuk pemalsuan dokumen seperti tanda tangan orang yang sudah meninggal.
"Karena memang IUP kita kadang-kadang 'aspal', asli tapi palsu. Bupati sudah meninggal, tanda tangannya masih ada," ujar Bahlil.
Kasus longsor di Cirebon menjadi pengingat yang pahit akan bahaya PETI dan lemahnya pengawasan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk menertibkan sektor pertambangan, menindak tegas pelaku ilegal, dan mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.
Faktor-faktor penyebab maraknya PETI:
- Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
- Prosedur perizinan yang rumit dan berbelit-belit
- Kondisi ekonomi masyarakat yang terdesak
- Kurangnya kesadaran akan dampak lingkungan
Langkah-langkah yang perlu diambil:
- Memperketat pengawasan dan penegakan hukum
- Mempermudah proses perizinan bagi penambang legal
- Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada penambang
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan
- Mencari solusi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Praktik pertambangan ilegal bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah sosial dan lingkungan. Penanganannya membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan semua pihak terkait.