Tuban: Dari Pelabuhan Kuno hingga Gerbang Perdagangan Internasional Jawa

Kabupaten Tuban, yang terletak di pesisir utara Jawa Timur, menyimpan jejak peradaban panjang yang membentang dari era kerajaan Hindu-Buddha hingga masa kejayaan Majapahit. Wilayah seluas 1.839 kilometer persegi ini, dengan populasi lebih dari 1,2 juta jiwa, dulunya merupakan pusat strategis perdagangan dan kekuasaan.

Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-16, Tuban berbatasan dengan Sedayu di timur dan Cajongam serta Rembang di barat. Keberadaan Tuban sebagai pusat peradaban telah terdeteksi sejak abad ke-11, pada masa Kerajaan Jenggala. Temuan prasasti Kambang Putih dan Malenga menjadi bukti penting. Prasasti Kambang Putih, yang dikeluarkan oleh Sri Mapanji Garasakan sekitar tahun 1052 Masehi, menandai penetapan wilayah Kambang Putih sebagai tanah sima. Inskripsi pada prasasti ini mengindikasikan adanya aktivitas perdagangan yang ramai menggunakan perahu-perahu besar.

Prasasti Malenga, ditemukan pada tahun 1960 di Desa Banjararum, juga mengisahkan peran Sri Mapanji Garasakan dalam memberikan tanah sima kepada masyarakat Malenga yang berjasa mempertahankan wilayah kekuasaannya. Peralihan kekuasaan dari Kerajaan Jenggala ke Kerajaan Kadiri, kemudian ke Singosari di bawah Ken Arok pada tahun 1222 Masehi, tidak lantas memudarkan peran penting Tuban sebagai pelabuhan besar.

Pada masa Kerajaan Singosari, Tuban tetap menjadi pusat perdagangan penting di Jawa. Raja Kertanegara, yang bercita-cita memperluas wilayah kekuasaannya, mengirimkan pasukannya melalui pelabuhan Tuban pada tahun 1275 Masehi dalam ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi ini berhasil menundukkan penguasa Melayu pada tahun 1286 Masehi. Pelabuhan Tuban tidak hanya menjadi pusat niaga, tetapi juga menjadi pintu masuk dan keluar pasukan militer Kerajaan Singosari.

Pada tahun 1293 Masehi, pasukan Tar-Tar (Mongol) mendarat di Tuban dalam upaya membalas dendam atas perlakuan Raja Kertanegara terhadap utusan Kubilai Khan. Kedatangan pasukan ini menandai awal berdirinya Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Wijaya. Tuban kemudian menjadi daerah entrepot, pusat perdagangan dan penyimpanan barang ekspor-impor.

Di bawah kekuasaan Majapahit, Tuban menjadi daerah vassal yang memiliki peran sentral sebagai pelabuhan entrepot dan gerbang perdagangan internasional di Pulau Jawa. Ronggolawe, putra Arya Wiraraja, diangkat menjadi Adipati Mancanegara pertama di Tuban oleh Raden Wijaya setelah penobatannya sebagai Raja Majapahit pertama. Tahun 1293 Masehi inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Tuban, dengan pusat pemerintahan pada masa Adipati Ronggolawe berlokasi di Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding.

Jejak sejarah Tuban sebagai pelabuhan internasional di era kerajaan Hindu-Buddha dan Majapahit menjadi bukti pentingnya wilayah ini dalam perkembangan perdagangan dan politik di Jawa. Peran Tuban sebagai pusat peradaban terus berlanjut hingga kini, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan sejarah panjang kabupaten ini.