DPR Pertanyakan Efektivitas Ekstradisi Paulus Tannos, Mengapa Harus Menunggu Sukarela?

Komisi III DPR RI menyoroti lemahnya daya paksa dalam upaya ekstradisi Paulus Tannos, buronan kasus korupsi e-KTP yang saat ini berada di Singapura. Wakil Ketua Komisi III, Andreas Hugo Pareira, mempertanyakan mengapa pemerintah terkesan hanya menunggu Tannos menyerahkan diri secara sukarela.

"Ada hal yang sulit dipahami, mengapa perjanjian ekstradisi ini seolah tak memiliki daya paksa yang kuat untuk membawa Paulus Tannos kembali ke Indonesia. Kenapa kita harus menunggu inisiatif sukarela dari yang bersangkutan?" ujar Andreas.

Sorotan juga ditujukan pada langkah Paulus Tannos yang mengajukan penangguhan penahanan di Singapura. Andreas khawatir, langkah ini justru mengindikasikan bahwa Tannos sedang berupaya melawan proses hukum di Indonesia melalui sistem peradilan Singapura.

"Ini sama saja Tannos sedang 'berperkara' dengan pemerintah Indonesia di pengadilan Singapura. Lalu, apa gunanya perjanjian ekstradisi yang kita miliki?" tanyanya retoris.

Andreas mengungkapkan kekhawatiran jika pengadilan Singapura mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersebut. Menurutnya, hal ini membuka celah bagi Tannos untuk melarikan diri ke negara lain, sehingga menggagalkan seluruh upaya ekstradisi yang telah ditempuh.

"Jika pengadilan Singapura mengabulkan penundaan penahanan, Tannos akan bebas dan berpotensi kabur lagi ke negara lain," tegasnya.

Pemerintah Indonesia, melalui jalur diplomatik, telah mengajukan permohonan ekstradisi Paulus Tannos kepada otoritas Singapura sejak 20 Februari 2025, dengan tambahan informasi yang diberikan pada 23 April 2025. Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, sebelumnya menyatakan bahwa seluruh dokumen yang diperlukan oleh otoritas Singapura telah dilengkapi.

Menurut Menkumham, proses hukum Tannos di Singapura saat ini memasuki tahap persidangan. Pemerintah Indonesia berharap agar Tannos bersedia kembali ke Indonesia secara sukarela untuk menghadapi proses hukum yang berlaku.

Namun, harapan tersebut tampaknya belum terwujud. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan bahwa Paulus Tannos menolak untuk menyerahkan diri secara sukarela kepada pemerintah Indonesia.

"Posisi Paulus Tannos saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela," ungkap Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo.

Widodo menjelaskan bahwa Tannos saat ini sedang mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura. Pihak Kejaksaan Agung Singapura (AGC), atas permintaan pemerintah Indonesia, terus berupaya untuk melawan permohonan tersebut.

Berikut adalah poin-poin penting terkait kasus ini:

  • DPR mempertanyakan efektivitas perjanjian ekstradisi dengan Singapura.
  • Paulus Tannos mengajukan penangguhan penahanan di Singapura.
  • Pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan ekstradisi.
  • Paulus Tannos menolak menyerahkan diri secara sukarela.
  • Kejaksaan Agung Singapura berupaya melawan permohonan penangguhan penahanan.

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membawa Paulus Tannos kembali ke tanah air guna mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kasus korupsi e-KTP. Namun, proses ini dihadapkan pada berbagai kendala, termasuk penolakan Tannos untuk menyerahkan diri dan upaya hukum yang dilakukannya di Singapura.