Gunung Tangkil Sukabumi: Potensi Cagar Budaya Ungkap Perpaduan Masa Megalitik dan Islam

Gunung Tangkil yang terletak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyimpan potensi besar sebagai cagar budaya. Hal ini menyusul penemuan arca dan menhir di kawasan tersebut yang kini tengah diusulkan untuk ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Temuan ini telah menarik perhatian para ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang telah melakukan penelitian mendalam. Hasil kajian sementara menunjukkan bahwa situs Gunung Tangkil merupakan bukti peninggalan budaya yang merentang dari masa megalitik hingga masa Islam. Atas dasar temuan ini, BRIN merekomendasikan agar situs tersebut segera ditetapkan sebagai cagar budaya.

Yusmaini Eriawati, seorang ahli sejarah masa Hindu-Buddha dan Keramologi dari BRIN, menjelaskan bahwa tim peneliti telah menemukan sejumlah arca dan menhir yang diduga memiliki fungsi sebagai makam. Salah satu arca yang menarik perhatian adalah arca yang belum selesai dipahat (unfinished), namun bentuknya mengarah pada gaya arca klasik masa Hindu-Buddha. Temuan ini memberikan petunjuk penting mengenai praktik budaya dan kepercayaan masyarakat pada masa lalu.

Lebih lanjut, Yusmaini mengungkapkan bahwa situs Gunung Tangkil menunjukkan indikasi kuat adanya penggunaan berkelanjutan dari masa prasejarah megalitik, masa klasik Hindu-Buddha, hingga masa Islam. Hal ini mengindikasikan bahwa Gunung Tangkil memiliki nilai historis dan budaya yang sangat kaya dan kompleks.

"Ditemukan juga menhir yang diduga makam. Jadi kami punya gambaran bahwa Gunung Tangkil ini tidak hanya digunakan satu masa, tapi terus dipakai untuk aktivitas budaya lintas zaman," ujarnya.

Dwiyani Yuniawati Umar, seorang ahli prasejarah dari BRIN, menambahkan bahwa meskipun belum ada penanggalan absolut terhadap situs tersebut, temuan keramik mengindikasikan bahwa peninggalan tertua berasal dari abad ke-10. Ini menempatkan situs Gunung Tangkil pada masa transisi dari prasejarah ke masa sejarah, sebuah periode penting dalam perkembangan budaya di wilayah tersebut.

Keberadaan batu dakon di lokasi juga menjadi sorotan Dwiyani. Menurutnya, batu dakon pada masa lalu memiliki berbagai fungsi, mulai dari penghitungan musim tanam dan panen hingga sebagai bagian dari ritual kematian. Dalam konteks pemakaman prasejarah, batu dakon diyakini digunakan oleh keluarga atau komunitas dalam upacara ritual.

"Batu-batu ini juga bisa digunakan untuk tradisi penghormatan roh leluhur, pembuatan arca, dan menhir. Untuk membuat arca megalitik seperti itu tidak murah dan tidak mudah. Butuh orang yang punya pengaruh dan dana besar," jelasnya.

Tim BRIN berharap agar penelitian lanjutan, termasuk ekskavasi, dapat dilakukan untuk mengembangkan dan memastikan status temuan secara arkeologis. Mereka meyakini bahwa penelitian lebih lanjut akan mengungkap temuan baru yang lebih kaya dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah dan budaya Gunung Tangkil.

Penemuan arca dan menhir di Gunung Tangkil pertama kali dilakukan oleh Pimpinan Ponpes Dzikir Al-Fath sekaligus pemilik museum Prabu Siliwangi, Fajar Laksana. Beberapa arca yang ditemukan telah disimpan di museum tersebut sebagai upaya pelestarian.

Fajar Laksana mendukung penuh upaya menjadikan Gunung Tangkil sebagai cagar budaya. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tempat bersejarah tersebut yang kurang terawat karena masih berstatus hutan lindung.

"Yang menjadi permasalahannya adalah Gunung Tangkil ini belum jadi situs sehingga dia masih di bawah hutan lindung Sukawayana. Oleh karena itu tidak ada yang menjaga dan memelihara. Maka kami meminta kepada pihak pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk diusulkan menjadi situs yang kemudian pihak peneliti melanjutkan penelitiannya," kata Fajar.

Fajar menambahkan usulan agar Pemkab Sukabumi, Gubernur, dan Kementerian Kebudayaan dapat melakukan penelitian lanjutan di kawasan hutan lindung Sukawayana untuk mengungkap lebih banyak potensi arkeologis di sana.

Dengan potensi sejarah dan budaya yang dimilikinya, Gunung Tangkil diharapkan dapat menjadi pusat penelitian dan edukasi yang penting bagi masyarakat. Penetapan sebagai cagar budaya akan membuka jalan bagi upaya pelestarian dan pengembangan yang berkelanjutan, sehingga warisan budaya ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Lokasi penemuan ini memberikan gambaran bahwa dulunya ada kawasan megalitik di sana.