Kerumitan Hubungan Megawati-Jokowi Lebih Dalam dari Era SBY, Analis Ungkap Akar Persoalan
Hubungan antara Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dengan mantan Presiden Joko Widodo menyimpan kompleksitas yang lebih mendalam dibandingkan dengan dinamika relasinya dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. Analisis ini disampaikan oleh Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, yang menyoroti perbedaan signifikan dalam akar permasalahan yang mendasari kedua relasi tersebut.
Keakraban yang terjalin antara Megawati dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila baru-baru ini, menurut Agung, bukanlah sebuah kejutan. Ia menegaskan bahwa isu utama yang perlu disoroti adalah kerumitan hubungan antara Megawati dan Joko Widodo. Permasalahan ini dinilai lebih pelik dan membutuhkan penanganan yang lebih hati-hati dibandingkan dengan masa lalu hubungan Megawati dan SBY.
Hubungan Megawati dan SBY sendiri sempat diwarnai dengan periode 'perang dingin' selama hampir dua dekade. Ironisnya, keduanya pernah bahu-membahu dalam Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004, di mana Megawati menjabat sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia dan menunjuk SBY sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
Keretakan hubungan keduanya mulai terasa setelah SBY menggantikan Megawati sebagai presiden pada tahun 2004. Sejak saat itu, interaksi antara keduanya menjadi sangat jarang, dan publik pun merasakan adanya jarak yang semakin lebar.
Agung Baskoro menyoroti bahwa keakraban Megawati dan Gibran menunjukkan bahwa relasi personal di antara mereka tetap terjalin dengan baik. Ia berpendapat bahwa permasalahan yang muncul selama ini lebih bersifat tidak langsung, mengingat Gibran tidak memiliki 'kuasa' dalam kompetisi Pilpres 2024.
"Masalahnya terletak pada dinamika dengan Jokowi," tegas Agung, menggarisbawahi bahwa fokus utama dalam upaya menjembatani perbedaan adalah memperbaiki komunikasi dan relasi antara Megawati dan mantan presiden tersebut.
Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan untuk bergabung atau menjadi mitra strategis pemerintah Prabowo Subianto, keputusan tersebut tidak akan didasarkan pada ada atau tidaknya Gibran dalam pemerintahan. Faktor penentu utama akan mempertimbangkan dinamika politik yang berkembang dan kasus hukum yang saat ini tengah membelit PDI Perjuangan menjelang kongres partai.
Dalam konteks interaksi Megawati dan Gibran di acara formal kenegaraan seperti Hari Lahir Pancasila, Agung melihatnya sebagai manifestasi kedewasaan berdemokrasi. Keakraban yang ditampilkan oleh para pemimpin bangsa mengirimkan pesan positif kepada publik bahwa elite politik mampu menjalin hubungan yang harmonis dan bersikap dewasa dalam berdemokrasi.
- Kedewasaan dalam berdemokrasi menjadi kunci untuk menjaga stabilitas politik.
- Hubungan baik antar pemimpin penting untuk memberikan contoh positif pada masyarakat.
- Dinamika politik yang berkembang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan strategis partai.