Lawar Plek: Simbol Keharmonisan dalam Kuliner Khas Bali yang Kaya Sejarah

html

Di Pulau Dewata Bali, tradisi Hindu tidak hanya tercermin dalam ritual keagamaan, tetapi juga dalam kekayaan kulinernya. Salah satu hidangan yang sarat makna dan sejarah adalah Lawar Plek, sebuah masakan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Bali sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara.

Lawar bukan sekadar hidangan pelengkap, melainkan sebuah simbol yang mewakili keharmonisan dan keseimbangan. Keberadaannya dapat ditelusuri hingga masa pra-Hindu, bahkan diyakini sebagai peninggalan sekte Bhairawa yang menggunakan Lawar sebagai bagian dari ritual keagamaan mereka. Seiring berjalannya waktu dan masuknya agama Hindu, Lawar terus berkembang dan menjadi salah satu ikon kuliner Bali yang khas.

Terdapat beberapa fakta menarik seputar Lawar Plek yang membuatnya begitu istimewa:

  • Simbolisme Warna: Pada masa lalu, Lawar dibuat dengan berbagai warna, seperti hijau, merah, putih, dan kuning. Setiap warna melambangkan arah mata angin yang berbeda, mencerminkan konsep Dewata Nawasangga yang mengatur keseimbangan alam semesta.
  • Bagian dari Upacara Keagamaan: Lawar tidak hanya dinikmati sebagai hidangan sehari-hari, tetapi juga disajikan dalam berbagai upacara keagamaan sebagai persembahan kepada para dewa. Khususnya saat Hari Raya Galungan, Lawar menjadi bagian penting dari perayaan kemenangan melawan keburukan (Adharma).
  • Komposisi Unik: Lawar terdiri dari campuran sayuran segar, bumbu khas Bali (base genep), daging cincang, dan darah mentah. Penggunaan darah memberikan warna alami pada hidangan ini dan menambah cita rasa yang khas. Daging yang digunakan dapat bervariasi, mulai dari babi, ayam, hingga penyu.
  • Proses Pembuatan Tradisional: Meskipun zaman telah berubah, proses pembuatan Lawar tetap dipertahankan secara tradisional. Bahan-bahan dicampur dan diremas menggunakan tangan, memastikan semua rasa tercampur sempurna. Proses ini menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong dalam budaya Bali.
  • Warisan Budaya Tak Benda: Lawar telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia (WBTB) oleh UNESCO. Pengakuan ini menegaskan pentingnya Lawar sebagai bagian dari identitas budaya Bali yang harus dilestarikan.

Meskipun lezat dan kaya akan makna, konsumsi Lawar dengan bahan mentah juga perlu diperhatikan. Daging dan darah mentah berpotensi mengandung mikroorganisme berbahaya seperti salmonella dan streptococcus. Oleh karena itu, disarankan untuk memasak daging dan darah hingga setengah matang sebelum dicampurkan ke dalam Lawar. Proses pemanasan ini akan membantu membunuh bakteri dan mengurangi risiko infeksi.

Lawar Plek bukan hanya sekadar hidangan, tetapi juga cerminan dari sejarah, tradisi, dan filosofi hidup masyarakat Bali. Melalui Lawar, kita dapat memahami bagaimana nilai-nilai luhur Hindu-Buddha diwariskan dari generasi ke generasi, memperkaya khazanah budaya Indonesia.