Kejagung Prioritaskan Hak Pekerja Sritex dalam Penyitaan Aset Kasus Korupsi Kredit Macet
Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan komitmennya untuk melindungi hak-hak mantan pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dalam proses penyitaan aset terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah. Penegasan ini disampaikan di tengah kekhawatiran bahwa penyitaan aset perusahaan tekstil yang tengah mengalami kesulitan keuangan itu dapat berdampak negatif pada pembayaran pesangon dan hak-hak normatif pekerja.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik akan berupaya semaksimal mungkin untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan Sritex. Namun, di sisi lain, penyidik juga akan bertindak bijaksana dan mempertimbangkan hak-hak pekerja yang saat ini sedang dalam proses pendataan.
"Penyidik akan berupaya, bagaimana upaya-upaya penyelamatan terhadap pemulihan kerugian negaranya. Tetapi, penyidik juga akan secara bijak, itu tadi pertanyaan itu, melihat bahwa jangan sampai hak-hak pekerja yang sekarang dalam proses pendataan dan seterusnya itu terganggu," ujar Harli di Gedung Penkum Kejaksaan Agung.
Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, termasuk Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, serta dua pihak dari bank pemberi kredit. Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit kepada Sritex oleh beberapa bank, yang kemudian menyebabkan kredit macet dengan total mencapai triliunan rupiah.
Harli menegaskan bahwa unsur pidana dalam kasus pemberian kredit macet kepada Sritex tidak dapat ditunda penyelesaiannya hanya karena menunggu proses perdata atau kepailitan perusahaan selesai. Ia khawatir para pelaku korupsi akan berlindung di balik proses perdata atau kepailitan untuk menghindari jeratan hukum pidana.
"Jangan sampai para pelaku-pelaku kejahatan korupsi berdalih di balik hal-hal seperti itu. Contoh misalnya, kalau saya (koruptor) melakukan tindak pidana korupsi, lalu saya sampaikan, coba gugat, saya pailit, supaya pailit (tidak diusut unsur pidana)," tegas Harli.
Saat ini, penyidik Kejagung masih terus mendalami kasus ini dengan mempelajari barang bukti yang telah disita dari penggeledahan di berbagai lokasi. Selain itu, keterangan dari sekitar 50 saksi dan satu ahli juga sedang dianalisis untuk mengungkap lebih jauh keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Penyidik juga tengah fokus pada pemeriksaan para tersangka yang telah ditetapkan.
Kasus kredit macet Sritex ini menjadi perhatian publik karena melibatkan sejumlah bank daerah dan bank pemerintah. Berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun. Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik. Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
Berikut rincian beberapa kredit yang diberikan kepada Sritex:
- Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng): Rp 395.663.215.800
- Bank Jabar Banten (BJB): Rp 692 miliar
- Bank DKI: Rp 692 miliar
- Sindikasi bank (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI): Rp 2,5 triliun
Kejaksaan Agung akan terus berupaya untuk mengungkap seluruh fakta dalam kasus ini dan memastikan bahwa para pelaku korupsi dapat dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.