Aspirasi Warga Wonogiri Terkait Pabrik Semen Dibatasi, Audiensi dengan DLHK Jateng Diwarnai Kekecewaan

Penolakan Pabrik Semen, Warga Wonogiri Audiensi dengan DLHK Jateng

Aliansi warga Wonogiri yang tergabung dalam Paguyuban Tali Jiwa, menyampaikan aspirasi mereka terkait penolakan pendirian pabrik semen dan penambangan batu gamping di wilayah mereka. Audiensi yang berlangsung di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah, Senin (2/6/2025), menyisakan kekecewaan bagi warga.

Warga merasa bahwa sosialisasi proyek tersebut sangat minim dan menuntut pencabutan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) izin pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping. Sayangnya, dalam audiensi tersebut, warga dilarang membawa ahli untuk memberikan pendampingan dan waktu yang diberikan hanya 30 menit untuk menyampaikan aspirasi.

Kekecewaan Warga atas Pembatasan Audiensi

Koordinator Paguyuban Tali Jiwa, Suryanto Perment, mengungkapkan kekecewaannya atas pembatasan yang mereka alami. Menurutnya, waktu yang diberikan tidak cukup untuk menyampaikan semua keluhan yang ingin mereka sampaikan. Ia juga menyayangkan larangan membawa pendamping ahli, sementara pihak DLHK membawa tim ahli sendiri untuk memberikan penjelasan.

Suryanto menambahkan bahwa larangan membawa pendamping ahli ini diduga melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) DLHK Jawa Tengah. Ia berharap audiensi berikutnya dapat dilakukan dengan pihak yang memiliki kewenangan menyetujui AMDAL proyek tersebut, yaitu Gubernur Jawa Tengah. Warga juga meminta pertemuan lanjutan dengan agenda yang lebih komprehensif.

"Kita juga hanya diberi waktu singkat, 30 menitan. Sehingga banyak yang belum disampaikan. Kami minta pertemuan lanjutan, bila bisa dengan Pak Gubernur (Ahmad Luthfi). Karena pengakuan mereka (DLHK Jateng), hanya bisa keluarkan kelayakan lingkungan atas kemauan gubernur," lanjut Suryanto.

Dampak Proyek Bagi Warga Wonogiri

Suryanto menjelaskan bahwa proyek pabrik semen dan penambangan batu gamping ini berpotensi merusak lingkungan dan mata pencaharian warga di enam desa di Kecamatan Pracimantoro. Proyek yang digarap oleh PT Sewu Surya Sejati (SSS) dan PT Anugerah Andalan Asia (AAA) ini akan mencaplok lahan seluas 309,43 hektare yang merupakan milik warga Desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, Petirsari dan Sambiroto.

"Kegelisahan kami, ada yang kehilangan lahan, mata pencarian, penghidupan. Karena mayoritas warga di sana adalah petani. Maka tuntutan kami, Amdal gugur, izin kelayakan lingkunganan dicabut," tegas Suryanto.

Menurut Suryanto, warga baru mengetahui adanya AMDAL sekitar bulan Desember setelah isu ini ramai dibicarakan oleh aktivis lingkungan. Ia juga menyayangkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan atau pemerintah kepada pemilik lahan terkait izin AMDAL. Ia menilai sosialisasi yang ada tidak representatif karena tidak melibatkan petani pemilik lahan secara langsung.

Penolakan yang Semakin Meluas

Suryanto mengungkapkan bahwa semakin banyak warga Wonogiri yang menyuarakan penolakan terhadap proyek pabrik semen ini, terutama melalui Paguyuban Tali Jiwa. Ia berharap Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dapat mendengar keresahan warga dan mempertimbangkan kembali izin pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping tersebut.

"Makin banyak sekarang warga yang melakukan deklarasi penolakan," tandas Suryanto.

AMDAL yang dikeluarkan oleh DLHK Jateng pada 4 Juli 2024 memberikan izin lingkungan pabrik semen seluas 123,315 hektare kepada PT Anugerah Andalan Asia (AAA) dengan kapasitas maksimal 4,5 juta ton semen per tahun. Sementara itu, izin produksi pertambangan mineral bukan logam komoditas batu gamping untuk semen diberikan kepada PT Sewu Surya Sejati (SSS) dengan kapasitas usaha 4,2 juta ton gamping per tahun di lahan seluas 186,13 hektare dari permohonan 598,04 hektare. Cakupan lahan tersebut meliputi Desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho dan Petirsari.