Tren Pinjaman Online dan Paylater Meningkat di Indonesia, OJK Soroti Risiko Kredit Macet

markdown Maraknya penggunaan platform pinjaman online (pinjol) dan buy now pay later (BNPL) di kalangan masyarakat Indonesia menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun pembiayaan di sektor ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, OJK juga mencatat adanya peningkatan pada tingkat wanprestasi, atau gagal bayar pinjaman yang telah melewati batas waktu 90 hari (TWP 90).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa piutang pembiayaan multifinance mengalami kenaikan sebesar 3,67% secara tahunan (year-on-year) pada April 2025, mencapai angka Rp 504,18 triliun. Agusman juga menambahkan bahwa rasio perusahaan pembiayaan masih terjaga dengan baik. Rasio non-performing financing (NPF) gross tercatat menurun menjadi 2,43% dari 2,71% pada bulan Maret. Sementara itu, NPF net berada di angka 0,82% pada April, stabil dari bulan sebelumnya. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,23 kali, sedikit menurun dari 2,26 kali pada bulan Maret, dan masih jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan, yaitu 10 kali.

Sektor pembiayaan modal ventura juga menunjukkan pertumbuhan, meskipun tidak sebesar pinjol dan BNPL. Pada April 2025, pembiayaan modal ventura naik sebesar 1,04% secara tahunan menjadi Rp 16,49 triliun. Namun, jika dibandingkan secara bulanan (month-to-date), sektor ini mengalami kontraksi pada Maret 2025 dengan nilai Rp 16,73 triliun.

Industri fintech peer-to-peer lending (P2P) juga mengalami peningkatan yang signifikan. Pada bulan April 2025, outstanding pembiayaan naik sebesar 29,01% menjadi Rp 80,94 triliun. Sayangnya, peningkatan ini juga diiringi dengan kenaikan tingkat risiko kredit macet. Agusman menjelaskan bahwa tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP 90 berada di posisi 2,93%, meningkat dari 2,77% pada bulan Maret.

Untuk pembiayaan buy now pay later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan, pada April 2025 mengalami peningkatan sebesar 47,11% secara tahunan menjadi Rp 8,24 triliun dengan NPF Gross sebesar 3,78%.

Selain itu, Agusman juga menyoroti beberapa perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Tercatat ada 4 perusahaan dari 105 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar. Selain itu, terdapat 15 dari 96 penyelenggara peer-to-peer lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar.

OJK terus berupaya mendorong pemenuhan kewajiban ekuitas minimum ini melalui berbagai cara, termasuk injeksi modal dari pemegang saham maupun dari investor strategis yang kredibel, serta opsi pengembalian izin usaha. Saat ini, 4 dari 15 penyelenggara peer-to-peer lending tersebut sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.

Sebagai bentuk penegakan ketentuan dan perlindungan konsumen, selama bulan Mei 2025, OJK telah memberikan sanksi administratif kepada 8 perusahaan pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura, dan 5 penyelenggara peer-to-peer lending atas pelanggaran terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang berlaku.