Saksi Kasus Dugaan Korupsi Mantan Wali Kota Semarang Ubah Keterangan di Persidangan

Persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri, kembali menghadirkan kejutan. Ade Irma Nugriyani, seorang kasir dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, yang dihadirkan sebagai saksi, mencabut sebagian keterangannya yang sebelumnya telah ia berikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Ade Irma, yang juga merupakan bawahan dari Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, memberikan keterangan yang berbeda dari pernyataan sebelumnya terkait dugaan aliran dana untuk proyek pengecatan Kampung Pelangi. Dalam BAP sebelumnya, Ade Irma menyatakan bahwa Gapensi pernah mengeluarkan dana sekitar Rp 6 juta untuk mendanai pengecatan Kampung Pelangi, sebuah proyek yang diduga terkait dengan permintaan langsung dari Mbak Ita. Dugaan ini menjadi sorotan karena Mbak Ita tengah diadili atas dugaan pengaturan proyek tanpa lelang dan penerimaan commitment fee sebesar 13 persen dari Gapensi.

Namun, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (2/6/2025), Ade Irma menarik kembali keterangannya tersebut. Ia menyatakan bahwa dana sebesar Rp 6 juta tersebut bukan untuk Kampung Pelangi, melainkan untuk sumbangan lain. Ade Irma juga merevisi keterangan mengenai tahun pelaksanaan bantuan tersebut, yang sebelumnya ia sebutkan tahun 2021, menjadi tahun 2019 dan bukan untuk Pemerintah Kota Semarang. Meskipun demikian, Ade Irma tidak membantah bahwa Siswoyo, anggota Gapensi Kota Semarang lainnya, yang mengambil uang tersebut.

Siswoyo sendiri, dalam sidang sebelumnya, mengaku pernah diminta oleh Mbak Ita untuk membantu pengecatan Kampung Pelangi. Karena menyadari bahwa pengecatan ulang Kampung Pelangi akan membutuhkan biaya yang cukup besar, Siswoyo menyarankan Mbak Ita untuk menghubungi Martono, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Gapensi Kota Semarang.

Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek di sejumlah kecamatan di Kota Semarang yang melibatkan Martono, Mbak Ita, dan Alwin Basri. Para kontraktor diduga diminta untuk membayar commitment fee sebesar 13 persen kepada Martono, yang kemudian diduga mengalir ke Mbak Ita dan suaminya. Mbak Ita dan suaminya telah menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi ini pada Senin (21/4/2025), dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tiga dakwaan yang menjerat keduanya. Selain itu, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Total kerugian negara akibat dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 9 miliar.