Kasus Korupsi Proyek Fiktif PT Telkomsigma: Tiga Pengusaha dan Seorang Konsultan Hukum Didakwa Merugikan Negara Ratusan Miliar Rupiah

SERANG - Kasus dugaan korupsi yang melibatkan proyek fiktif pengadaan server dan storage di PT Sigma Cipta Caraka (SCC), yang juga dikenal sebagai PT Telkomsigma, memasuki babak baru. Tiga pengusaha dan seorang konsultan hukum kini harus menghadapi dakwaan atas perbuatan yang diduga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 282 miliar.

Para terdakwa dalam kasus ini adalah Roberto Pangasian Lumban Gaol, mantan Direktur PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB); Afrian Jafar, yang sebelumnya menjabat sebagai staf administrasi dan logistik di PT PNB; Tejo Suryo Laksono, mantan Direktur PT Granary Reka Cipta (GRC); serta Imran Muntaz, seorang konsultan hukum yang turut terseret dalam perkara ini.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Freddy Dwi Prasetyo Wahyu, secara bergantian membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang. Dalam dakwaannya, JPU menyatakan bahwa keempat terdakwa didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.

Berikut adalah rincian dugaan aliran dana yang dinikmati para terdakwa:

  • Imran Muntaz: Rp 925 juta
  • Roberto Pangasian Lumban Gaol: sekitar Rp 266 miliar
  • Tejo Suryo Laksono: Rp 53 juta
  • Rusli (nama lengkap tidak disebutkan): Rp 300 juta

Kasus ini bermula pada tahun 2017, ketika PT SCC diduga membuat serangkaian perjanjian kontrak fiktif dengan PT PNB terkait pengadaan server dan storage. Selain itu, juga terdapat perjanjian pengadaan sistem storage area network serta pengadaan perangkat sistem server, notebook, dan workstation dengan PT GRC.

JPU Freddy mengungkapkan bahwa PT SCC sebenarnya bukanlah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar dan tujuan dari perjanjian-perjanjian tersebut.

Dalam persidangan terungkap bahwa pada November 2016, Direktur Utama PT Telkom saat itu, Alex J Sinaga, pernah menyampaikan arahan agar seluruh perusahaan di bawah naungan PT Telkom Group berupaya mencapai target pendapatan yang tinggi. Arahan ini disampaikan dalam beberapa pertemuan internal di lingkungan PT Telkom.

Menindaklanjuti arahan tersebut, mantan Direktur Utama PT SCC, Judi Achmadi, kemudian menunjuk Bakhtiar Rosyidi sebagai super account manager. Tugas utama Bakhtiar adalah mengidentifikasi dan menentukan proyek-proyek yang akan digarap oleh PT SCC demi mencapai target pendapatan yang telah ditetapkan.

Seiring berjalannya waktu, Roberto Pangasian, sebagai pemilik PT PNB, menjalin komunikasi dengan terdakwa Imran Muntaz, yang diketahui sering terlibat dalam proyek-proyek di PT SCC. Dalam pertemuan tersebut, Roberto mengungkapkan bahwa PT PNB sedang mencari perusahaan yang dapat memberikan pinjaman dana sebesar Rp 300 miliar.

Imran kemudian merekomendasikan PT SCC sebagai sumber pendanaan, meskipun perusahaan tersebut tidak bergerak di bidang pembiayaan. Roberto kemudian meminta Afrian Jafar, stafnya, bersama dengan Imran, untuk berkomunikasi dengan pihak PT SCC guna memuluskan rencana tersebut.

Pada awal Januari 2017, Roberto bertemu dengan sejumlah pejabat PT SCC, termasuk Bakhtiar Rosyidi, Rusli Kamin, dan Kurniawan, untuk membahas secara rinci kebutuhan dana Roberto sebesar Rp 300 miliar. Empat bulan kemudian, Afrian, atas permintaan Rusli Kamin, bertemu dengan Tejo Suryo Laksono untuk menawarkan PT GRC sebagai mitra PT SCC dalam pengadaan server dan storage system di PT PNB.

Tawaran tersebut disambut baik, dengan modus operandi seolah-olah PT SCC memberikan dana kepada PT GRC sebagai pembayaran pekerjaan subkontrak. Namun, JPU Freddy memastikan bahwa pengadaan server dan storage system yang diklaim akan dilakukan oleh PT PNB ternyata hanyalah proyek fiktif yang bertujuan untuk mendapatkan pembiayaan semata. Hal ini diungkapkan oleh Taufik Hidayat, VP business data center sales PT PCC, kepada sales head PT PCC, Sandy Suherry.

Dana pembiayaan untuk PT PNB yang diperoleh dari proyek fiktif tersebut mencapai Rp 266 miliar, dengan pembayaran dilakukan sebanyak sembilan termin mulai Juli 2017 hingga Maret 2018. Bahtiar Rosyidi menjanjikan fee sebesar Rp 1,1 miliar kepada Imran, yang pengurusannya akan ditangani oleh Taufik Hidayat.

PT SCC juga sempat meminjam dana sebesar Rp 95 miliar dari Bank BNI untuk membiayai PT PNB. Seluruh dana yang diterima oleh PT GRC kemudian disalurkan kepada PT PNB dengan total sebesar Rp 236 miliar.

Atas perbuatan tersebut, keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.