Gelombang Desakan Revisi UU Haji Mencuat Akibat Visa Furoda Bermasalah

Polemik visa furoda yang menghambat keberangkatan sejumlah calon jemaah haji asal Indonesia ke Tanah Suci memicu desakan kuat dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia untuk segera merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Abdul Fikri Faqih, anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, menegaskan bahwa revisi UU Haji mendesak untuk dilakukan demi memperkuat perlindungan terhadap hak-hak jemaah haji. Menurutnya, perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji adalah prioritas utama yang harus dijamin oleh negara.

Fikri menyoroti kasus gagalnya keberangkatan calon jemaah haji yang menggunakan visa furoda. Ia berpendapat, meskipun visa furoda merupakan ranah bisnis antara perusahaan travel dan pihak Arab Saudi, negara tidak boleh lepas tangan. Negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memberikan perlindungan hukum kepada warganya.

"Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Meskipun secara formal tidak dikelola pemerintah, negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi jamaah," ujarnya.

Lebih lanjut, Fikri menekankan perlunya aturan teknis yang jelas dan pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi calon jemaah haji. Ia menambahkan bahwa masalah ini bukan hanya sekadar urusan bisnis, tetapi juga menyangkut perlindungan hak warga negara.

Kementerian Agama (Kemenag) RI mencatat bahwa lebih dari 1.000 calon haji furoda pada tahun 2025 terpaksa menunda keberangkatan mereka karena visa mereka tidak diterbitkan oleh pihak Arab Saudi. Beberapa perusahaan travel penyelenggara haji furoda telah dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban.

Pihak Kemenag juga mengonfirmasi bahwa revisi UU PHU sedang dalam pembahasan intensif bersama DPR RI. Revisi tersebut akan mencakup klausul mengenai pengawasan dan mekanisme perlindungan yang lebih komprehensif terhadap jemaah yang menggunakan visa non-kuota, termasuk visa furoda dan mujamalah. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan keamanan bagi calon jemaah haji yang memilih jalur non-kuota.

Beberapa poin yang menjadi sorotan dalam revisi UU Haji antara lain:

  • Penguatan Pengawasan: Memperketat pengawasan terhadap penyelenggaraan haji furoda dan umrah, termasuk mekanisme perizinan dan standar pelayanan.
  • Perlindungan Hukum yang Komprehensif: Memberikan perlindungan hukum yang lebih jelas dan terukur bagi jemaah haji dan umrah, termasuk dalam hal pembatalan keberangkatan, penipuan, dan masalah lainnya.
  • Sanksi Tegas: Menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap penyelenggara haji dan umrah yang melanggar ketentuan.
  • Peningkatan Koordinasi: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah, penyelenggara haji dan umrah, serta pihak terkait lainnya.

Revisi UU Haji ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih baik bagi jemaah haji dan umrah Indonesia, serta mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa mendatang.