Tragedi Kembali Hantui Diksar Pencinta Alam Unila: Mahasiswa Meninggal Dunia Pasca Operasi Tumor Otak

Tragedi kembali menyelimuti dunia organisasi pencinta alam Universitas Lampung (Unila). Pratama Wijaya Kusuma, seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) angkatan 2024, meninggal dunia setelah menjalani operasi tumor otak pada tanggal 28 April 2025. Kematiannya terjadi setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan dasar (diksar) yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel).

Kabar duka ini menambah catatan kelam dalam sejarah kegiatan serupa di lingkungan kampus Unila. Pihak dekanat FEB Unila sendiri belum dapat memastikan secara definitif apakah kematian Pratama berkaitan langsung dengan aktivitas diksar yang diikutinya. Dekan FEB Unila, Nairobi, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada laporan resmi yang diterima terkait dugaan keterkaitan tersebut. Pernyataan ini disampaikan pada hari Senin, 2 Juni 2025, yang menimbulkan tanda tanya besar di kalangan mahasiswa dan pemerhati kegiatan ekstrakurikuler.

Kematian Pratama bukan merupakan insiden pertama yang terjadi dalam kegiatan diksar pencinta alam di Unila. Pada September 2019, Aga Trias Tahta, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), meninggal dunia setelah mengikuti diksar yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam (UKM PA) Cakrawala. Diksar yang berlangsung di Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, tersebut tidak hanya merenggut nyawa Aga, tetapi juga menyebabkan dua peserta lainnya harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Tragedi tahun 2019 itu berujung pada proses hukum yang menyeret 17 orang panitia kegiatan sebagai terdakwa. Pengadilan Negeri Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, kemudian menjatuhkan vonis kepada para terdakwa pada Juni 2020. M Bintang Ramadhan, seorang senior di UKM PA Cakrawala, divonis hukuman penjara selama 2 tahun. Sementara itu, Kartika Dewi Adilestari (ketua umum) dan M Kholid Saifullah (sekretaris) dijatuhi hukuman 18 bulan penjara. Hukuman 1 tahun penjara diberikan kepada delapan orang panitia lainnya, yakni Amanda Riski Yanti, Harlina Utama, Sinta Clodio, Aji Putra, Husni Mubarok, Zaenalrico Benyamin Johan, dan Fajar Agung. Enam panitia lainnya, termasuk Muhammad Kemal Pasya, Elardi Filbert, Sepri Andika, M Rahmad Akmal, Zannid Rabani, dan Firjatullah Djusir Vicky, juga divonis 1 tahun penjara. Vonis paling ringan diterima oleh Bilgard Yosua, yaitu 10 bulan penjara.

Rentetan peristiwa tragis ini memicu keprihatinan mendalam di kalangan mahasiswa dan masyarakat luas. Kematian Pratama Wijaya Kusuma kembali membuka diskusi mengenai standar keamanan dan pengawasan yang ketat dalam setiap kegiatan organisasi mahasiswa, khususnya yang melibatkan aktivitas fisik dan orientasi lapangan. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum dan mekanisme pelaksanaan diksar, serta perlunya transparansi dan akuntabilitas dari pihak penyelenggara.

Berikut adalah rincian kasus terdahulu:

  • Korban Meninggal: Aga Trias Tahta (2019)
  • Lokasi Kejadian: Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran
  • Jumlah Terdakwa: 17 orang
  • Vonis Terberat: 2 tahun penjara

Kasus-kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya keselamatan dan pengawasan dalam setiap kegiatan mahasiswa, terutama yang melibatkan aktivitas fisik dan orientasi lapangan. Diharapkan, kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.