LBH Bandar Lampung Soroti Penyelidikan Tertutup Kasus Kematian Mahasiswa Unila Saat Diksar
Kasus kematian mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Pratama Wijaya Kusuma, yang diduga terkait dengan kekerasan saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel), terus menuai sorotan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mendesak pihak rektorat Unila untuk membuka secara transparan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim investigasi internal kampus.
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, menyatakan kekecewaannya atas pernyataan pihak rektorat yang menyebutkan bahwa penyelidikan kasus ini dilakukan secara tertutup dengan alasan menghindari tekanan dari pihak-pihak tertentu. Prabowo berpendapat bahwa alasan tersebut tidak dapat diterima, karena pengungkapan kasus kematian mahasiswa harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, melibatkan aparat penegak hukum agar kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan bagi korban.
"Seharusnya pengungkapan kasus ini transparan dan akuntabel dengan melibatkan aparat penegak hukum. Dengan begitu, hasil yang didapatkan akan jelas dan terang, serta memberikan keadilan bagi korban," tegas Prabowo.
LBH Bandar Lampung menilai bahwa Unila seolah tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Prabowo menyinggung kasus serupa yang pernah terjadi di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PA Cakrawala Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila pada tahun 2019. Menurutnya, tidak ada evaluasi mendalam terhadap organisasi mahasiswa yang terindikasi melakukan kekerasan dalam kegiatan kaderisasi.
Prabowo mengingatkan bahwa pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan dapat dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara. Selain itu, LBH Bandar Lampung juga meminta agar pihak civitas akademika yang diduga terlibat dalam upaya menutupi kasus ini, bahkan melakukan intimidasi, diberikan sanksi tegas oleh pihak universitas.
"Sanksi tegas bagi pihak yang terlibat diharapkan dapat mengakhiri impunitas yang selama ini terjadi. Impunitas dalam mengungkap perilaku kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi penyebab utama peristiwa semacam ini terus berulang," ujar Prabowo.
Tanggapan Universitas Lampung
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila, Nairobi, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan penyebab kematian Pratama Wijaya Kusuma disebabkan oleh kekerasan yang terjadi selama diksar Mahepel. Pihak dekanat mengaku belum menerima laporan yang secara eksplisit menyebutkan bahwa Pratama meninggal dunia akibat kegiatan tersebut. Informasi yang diterima dekanat menyebutkan bahwa Pratama meninggal dunia setelah menjalani operasi pada tanggal 28 April 2025, dengan indikasi adanya tumor otak.
Nairobi menjelaskan bahwa setelah mendapatkan informasi tersebut, pihak dekanat telah mengirimkan wakil dekan untuk mengunjungi kediaman almarhum. Dalam kunjungan tersebut, pihak keluarga menyatakan tidak akan menuntut pihak manapun atas kematian Pratama. Berdasarkan pernyataan tersebut, pihak dekanat menganggap bahwa kematian Pratama tidak terkait dengan kegiatan diksar yang diikutinya.
"Kami menganggap tidak ada masalah, sambil menunggu. Sampai saat ini, belum ada laporan yang masuk yang menyatakan bahwa anak tersebut meninggal akibat mengikuti diksar," pungkas Nairobi.