Penolakan Pabrik Semen Wonogiri: DLHK Jateng Soroti Kurangnya Komunikasi dengan Warga
Gelombang penolakan terhadap pembangunan pabrik semen di Pracimantoro, Wonogiri, terus bergulir. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah mengakui adanya aspirasi warga yang menuntut pembatalan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek tersebut. Proyek ini melibatkan pembangunan pabrik semen oleh PT Anugerah Andalan Asia (AAA) dan penambangan batu gamping oleh PT Sewu Surya Sejati (SSS).
Kepala DLHK Jawa Tengah, Widi Hartanto, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima keluhan dari warga yang tergabung dalam Paguyuban Tali Jiwa. Inti dari keluhan tersebut adalah kurangnya sosialisasi yang efektif dari pihak perusahaan kepada masyarakat terdampak. Widi menekankan pentingnya bagi pelaku usaha untuk segera menindaklanjuti kekhawatiran warga dan membuka dialog yang konstruktif.
"Aspirasi ini akan kami teruskan. Tampaknya memang sosialisasi belum maksimal. Warga merasa belum terinformasi dengan baik, sehingga komunikasi dan sosialisasi lebih lanjut dari pelaku usaha sangat diperlukan. Kami sarankan agar keluhan warga ditanggapi serius oleh pihak pabrik semen," ujar Widi.
AMDAL yang dikeluarkan DLHK Jateng pada tanggal 4 Juli 2024, memberikan lampu hijau bagi pembangunan pabrik semen seluas 123,315 hektar oleh PT AAA, dengan kapasitas produksi mencapai 4,5 juta ton semen per tahun. Izin produksi pertambangan mineral bukan logam, khususnya batu gamping, diberikan kepada PT SSS untuk lahan seluas 186,13 hektar dengan kapasitas 4,2 juta ton gamping per tahun. Area penambangan ini mencakup desa-desa seperti Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, dan Petirsari.
Widi menjelaskan bahwa penyusunan AMDAL dilakukan melalui mekanisme perwakilan masyarakat. Namun, ia mengakui adanya kelompok warga yang merasa aspirasi mereka tidak terwakili, sehingga mereka menyuarakan penolakan terhadap proyek tersebut. DLHK mendorong perusahaan untuk lebih aktif berkomunikasi dengan warga dan memberikan informasi yang jelas mengenai lokasi tambang, rencana pembangunan pabrik, serta potensi dampaknya.
"Pelaku usaha harus gencar melakukan sosialisasi agar warga memahami rencana yang ada, area penambangan, dan teknis pelaksanaannya," tegas Widi.
Menanggapi isu lokasi proyek yang berada di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu, yang merupakan bagian dari Unesco Global Geopark, Widi menegaskan bahwa penyusunan AMDAL telah mempertimbangkan tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten. Meskipun demikian, ia mewajibkan perusahaan untuk menerapkan praktik penambangan yang ramah lingkungan dan menjaga komunikasi yang baik dengan masyarakat.
Di sisi lain, Juru Bicara Paguyuban Tali Jiwa, Suryanto Perment, mengungkapkan kekecewaan atas jalannya audiensi. Ia menilai waktu yang diberikan terlalu singkat dan adanya larangan membawa pendamping ahli. Suryanto juga mengkritik DLHK karena sosialisasi yang dilakukan tidak melibatkan warga yang terdampak langsung, terutama petani.
"Kami kecewa. Banyak aspek penting yang tidak sempat kami sampaikan, termasuk biodiversitas dan aspek hukum," kata Suryanto.
Penolakan warga semakin menguat, dengan tuntutan pencabutan AMDAL dan izin kelayakan lingkungan proyek. Mereka khawatir proyek ini akan mencaplok lahan seluas 309,43 hektar yang merupakan mata pencaharian utama warga dari desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, Petirsari, dan Sambiroto.
"Kegelisahan kami adalah hilangnya lahan, mata pencaharian, dan penghidupan. Mayoritas warga adalah petani. Tuntutan kami jelas: AMDAL dibatalkan, izin kelayakan lingkungan dicabut," tegas Suryanto.