Gelombang Panas Mengancam Konsentrasi Belajar Siswa di Singapura
Kenaikan suhu udara di Singapura pada bulan Mei dan Juni 2025 telah memicu kekhawatiran di kalangan orang tua terkait dampaknya terhadap kemampuan belajar anak-anak mereka. Peningkatan suhu ekstrem ini, yang bahkan memicu pembentukan Satgas Merkurius oleh pemerintah, dikhawatirkan dapat menurunkan fokus dan hasil belajar siswa.
Singapura, yang telah mengalami enam gelombang panas bersejarah (terakhir pada 2016), mencatatkan suhu maksimum harian tertinggi mencapai 37°C pada Mei 2023. Pada Mei tahun ini, rentang suhu harian tertinggi berkisar antara 35°C dan 36,2°C. Definisi gelombang panas di Singapura adalah ketika suhu harian tertinggi mencapai setidaknya 35°C selama tiga hari berturut-turut dengan suhu rata-rata harian minimal 29°C.
Dampak Panas pada Konsentrasi Siswa
Kekhawatiran akan dampak panas pada konsentrasi siswa bukan tanpa dasar. Eric Kua, seorang mantan guru kimia, menyoroti bagaimana siswa menjadi lebih terganggu saat cuaca panas, terutama saat melakukan eksperimen sains yang membutuhkan pematian kipas angin di laboratorium.
"Sulit untuk mengharapkan mereka untuk fokus secara mendalam saat mereka tidak nyaman. Panas benar-benar membuat mereka sulit untuk berpikir jernih," ujarnya.
Penelitian juga menunjukkan korelasi antara suhu tinggi dan penurunan hasil akademis. Asisten Profesor Wang Jingyu dari NIE NTU, menjelaskan bahwa skor kinerja kognitif siswa menurun signifikan dengan suhu yang lebih tinggi dan rendahnya sirkulasi udara. Paparan panas berkepanjangan di ruang kelas tanpa pendingin udara dapat meningkatkan kelelahan dan mengurangi partisipasi aktif siswa.
Upaya Adaptasi dan Mitigasi
Pemerintah Singapura telah mengambil langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi dampak gelombang panas. Pembentukan Satgas Merkurius pada tahun 2023 merupakan respons terhadap potensi gelombang panas nasional. Satgas ini bertugas menyusun strategi dan tindakan mitigasi yang diperlukan.
Beberapa langkah yang telah diambil dan dipertimbangkan meliputi:
- Relaksasi Aturan Seragam: Siswa diizinkan mengenakan pakaian yang lebih longgar, seperti seragam berbahan dry-fit.
- Pembatasan Aktivitas Luar Ruangan: Aktivitas di luar ruangan akan dibatasi antara pukul 11.00 dan 16.00, atau bahkan ditangguhkan jika tingkat stres panas meningkat.
- Pembelajaran Berbasis Rumah: Jika diperlukan tindakan yang lebih ketat, sekolah dapat beralih ke pembelajaran berbasis rumah, baik sebagian maupun penuh.
Kementerian Pendidikan Singapura (MOE) memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk menentukan tindakan terbaik dalam membantu siswa mengatasi panas, dengan tetap mengacu pada studi tentang kenyamanan termal. Dorongan untuk memperbanyak ruang kelas ber-AC juga muncul, meskipun para ahli memperingatkan bahwa penggunaan AC yang berlebihan dapat mengurangi toleransi tubuh terhadap panas.
Dengan perubahan iklim yang terus berlangsung dan menyebabkan peningkatan suhu rata-rata, langkah-langkah adaptasi ini menjadi semakin penting untuk memastikan kesejahteraan dan keberhasilan akademis siswa di Singapura.