Tragedi Sanitasi di Kebon Melati: Ciliwung Tercemar, Warga Terjebak dalam Pusaran Kemiskinan dan Penyakit

Kondisi mengenaskan terlihat di bantaran Kali Ciliwung, tepatnya di RT 17 RW 14 Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tumpukan sampah dan limbah domestik mencemari sungai, menebarkan bau busuk yang mengganggu pernapasan warga sekitar. Ironisnya, di tengah kondisi yang demikian, aktivitas sehari-hari seperti mencuci, mandi, bahkan makan, dilakukan di tepian sungai yang kotor. Anak-anak kecil pun tampak riang bermain di air yang telah tercemar.

"Sudah biasa, Bu. Mau makan di sini juga nggak masalah. Kita mah udah terbiasa," ungkap Sumariyati (60), seorang warga yang ditemui di dekat pos RT14/RW5, pada Senin (2/6/2025). Nada pasrah terdengar jelas dari ucapannya, mencerminkan ketidakberdayaan warga dalam menghadapi kondisi yang tidak sehat ini.

Warga Kebon Melati telah lama hidup dengan fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) darurat yang kondisinya sangat memprihatinkan. Limbah dari MCK tersebut langsung dialirkan ke Kali Ciliwung tanpa melalui proses pengolahan yang memadai. Bilik-bilik MCK sederhana yang terbuat dari seng atau papan menjadi sumber utama pencemaran sungai.

"Bau busuk itu pasti dan juga mungkin menimbulkan penyakit. Tapi kondisinya memang kaya gini, semua limbah dibuang ke kali ini," keluh Suryani (45), warga lainnya. Ia menambahkan bahwa MCK darurat ini mulai dibangun pada awal tahun 2000-an, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di kawasan tersebut. Keterbatasan lahan memaksa warga untuk membangun MCK seadanya di bantaran sungai.

Keberadaan MCK tanpa sistem pembuangan limbah yang layak semakin memperparah kondisi Kali Ciliwung. Rudi (38), warga lainnya, mengungkapkan bahwa bau busuk dari limbah sangat menyengat, terutama saat musim kemarau tiba. "Kalau tiba musim kemarau, air sungai sedikit, bekas limbah MCK mengendap. Bau busuknya bikin pusing," tuturnya.

Mahfud (53), warga Jalan Jatibunder, menambahkan bahwa anak-anak sering bermain di dekat MCK dan terpapar air limbah. "Anak-anak main air, kadang sampai kakinya gatal. Ibu-ibu juga sering mengeluhkan diare dan gatal-gatal di kulit," ujarnya.

Sungai yang dulunya bersih, kini berubah menjadi saluran air yang penuh dengan limbah dan sampah rumah tangga. Warga mengaku telah lama membuang sampah langsung ke kali. Menurut Sumariyati, sebagian besar sampah berasal dari pendatang yang menyewa rumah di kawasan padat tersebut.

Petugas kebersihan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Aprianto (27), mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya setiap hari membersihkan sampah di Kali Ciliwung. "Kita sudah pasang spanduk larangan buang sampah, kasih karung, tempat sampah juga. Tapi ya tetap aja dibuang ke kali," ujarnya. Ia juga menyayangkan bahwa petugas kebersihan justru sering mendapat komplain karena sampah masih banyak menumpuk.

Warga Kebon Melati merasa kehilangan harapan terhadap perhatian pemerintah. Mereka menganggap upaya yang dilakukan selama ini bersifat sementara dan tidak menyentuh akar permasalahan. Pembersihan intensif sempat dilakukan pada masa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), namun tidak berlanjut setelah itu.

"Kalau punya duit mah saya udah pindah. Rumah saya di Jawa udah ada, tapi di sini masih numpang hidup," kata Mahfud dengan nada pasrah. Ia berharap pemerintah dapat membangun MCK yang layak, memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta melakukan penataan ulang permukiman.

"Kalau bisa dibersihin, dibersihin dan digusur saja semuanya. Tapi tolong juga dikasih tempat tinggal dulu kalau mau digusur," harap Mahfud.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi sorotan:

  • Pencemaran Kali Ciliwung: Sungai tercemar oleh sampah dan limbah domestik, menimbulkan bau busuk dan risiko penyakit.
  • MCK Darurat: Fasilitas MCK yang tidak memadai dan tidak memiliki sistem pembuangan limbah yang layak menjadi sumber utama pencemaran.
  • Kesehatan Warga: Warga, terutama anak-anak, rentan terkena penyakit akibat terpapar air limbah.
  • Kurangnya Kesadaran: Kebiasaan membuang sampah ke sungai masih menjadi masalah.
  • Keterbatasan Ekonomi: Kemiskinan memaksa warga untuk tetap tinggal di lingkungan yang tidak sehat.
  • Harapan Warga: Warga berharap pemerintah dapat memberikan solusi permanen, seperti pembangunan MCK yang layak, penyuluhan, dan penataan permukiman.