Ketahanan Pangan di Tengah Sengketa Lahan: Eks Warga Kampung Bayam Mandiri dengan Pertanian Integrasi

Ketahanan Pangan di Tengah Sengketa Lahan: Eks Warga Kampung Bayam Mandiri dengan Pertanian Integrasi

Sudah hampir satu tahun berlalu sejak eks warga Kampung Bayam menempati hunian sementara (huntara) di Jalan Tongkol, Ancol, Jakarta Utara, pasca-sengketa lahan yang berujung penggusuran untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Kehidupan mereka di tengah ketidakpastian status lahan diwarnai oleh tekad kuat untuk mempertahankan ketahanan pangan keluarga. Tanpa menyerah pada situasi, mereka membangun sistem pertanian terintegrasi yang memadukan bercocok tanam dengan budidaya ikan, menjadi bukti nyata resiliensi dan adaptasi di tengah tantangan.

Ketua Tani Kampung Bayam, Madani Furqon (42), menjelaskan strategi pertanian mereka yang unik. "Memang pertanian kami dari dulu, tak pernah bisa dipisahkan dengan budidaya ikan," ujarnya saat ditemui di lokasi, Senin (10/3/2025). Sistem ini terbukti efektif; kotoran ikan yang diolah menjadi pupuk cair menyuburkan lahan terbatas di huntara mereka. Tanaman yang berhasil mereka panen pun beragam, mulai dari melon dan kacang panjang hingga timun suri dan pisang. "Menanam di sini sudah lama. Waktu Mas Pram berkunjung, kami panen melon; ketika bertemu Pak Anies, kami membawa kacang, timun suri, pisang, dan lain-lain sebagai buah tangan," tambah Furqon, menggambarkan ketekunan mereka dalam bercocok tanam.

Sistem pertanian terintegrasi ini bukan sekadar solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi juga simbol perjuangan. Konflik lahan Kampung Bayam bermula dari penggusuran tahun 2019 yang memicu ketegangan antara warga dengan pihak pemerintah. Janji pembangunan rumah susun sebagai ganti lahan yang hilang tak kunjung ditepati, mengakibatkan warga Kampung Bayam harus menjalani mediasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Hasil mediasi berupa kesepakatan warga menunggu keputusan PT JakPro mengenai rencana pembangunan rumah susun baru di Jalan Yos Sudarso. Proses panjang ini juga diwarnai dengan janji-janji politik, di mana Pramono Anung, yang saat itu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, berjanji menyelesaikan permasalahan ini. Janji tersebut ditepati setelah ia dilantik dengan penyerahan simbolis kunci rumah susun pada Kamis (13/3/2025).

Meskipun kini telah menempati rumah susun, kisah ketahanan pangan eks warga Kampung Bayam tetap menjadi pelajaran berharga. Kegigihan mereka dalam beradaptasi dan memanfaatkan sumber daya yang terbatas menunjukkan semangat pantang menyerah di tengah ketidakpastian. Keberhasilan mereka dalam membangun sistem pertanian terintegrasi layak diapresiasi sebagai contoh nyata ketahanan pangan berbasis masyarakat, sebuah model yang dapat ditiru dalam menghadapi berbagai tantangan serupa di masa mendatang. Keberadaan sistem pertanian ini patut diapresiasi sebagai model ketahanan pangan masyarakat yang mampu menghadapi berbagai kendala. Kisah ini juga menjadi pengingat pentingnya kepastian hukum dan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan sengketa lahan dan memastikan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.

  • Proses Mediasi: Mediasi dengan Pemprov DKI Jakarta dan Komnas HAM menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan konflik lahan.
  • Pertanian Terintegrasi: Sistem pertanian yang memadukan bercocok tanam dan budidaya ikan sebagai strategi ketahanan pangan.
  • Ketahanan Pangan: Upaya warga Kampung Bayam untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri di tengah kondisi yang sulit.
  • Sengketa Lahan: Konflik yang bermula dari penggusuran Kampung Bayam untuk pembangunan JIS.
  • Pemenuhan Janji: Penyerahan kunci rumah susun oleh Gubernur DKI Jakarta sebagai bentuk pemenuhan janji.