Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Kredit Macet Sritex, Dirut Iwan Kurniawan Lukminto Diperiksa
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang berujung pada kredit macet senilai Rp 3,58 triliun. Sebagai bagian dari proses penyidikan, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), diperiksa sebagai saksi pada Senin (2/6/2025).
"Iwan Kurniawan Lukminto diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Industri, dan PT Primayuda Mandiri Jaya," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resminya. Ketiga perusahaan tersebut diketahui merupakan anak perusahaan dari Sritex.
Fokus utama penyidikan saat ini adalah menelusuri kemungkinan aliran dana kredit dari bank daerah dan bank pemerintah ke anak perusahaan Sritex. Selain IKL, penyidik juga memeriksa enam saksi lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang, meliputi:
- HP, Kepala Sub Divisi Commercial Banking Bank BPD Jateng.
- DP, Perseroan Pengurus CV Prima Karya.
- AZ, Legal Tim Hadiputranto Hadinoto & Partners (2007-2017).
- LW, Direktur PT Adikencana Mahkota Buana.
- APS, Direktur PT Yogyakarta Textile.
- AH, Direktur PT Perusahaan Dagang.
Menurut Harli, pemeriksaan terhadap ketujuh saksi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) kepada PT Sritex dan entitas anak usahanya atas nama tersangka Iwan Setiawan Lukminto dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, termasuk Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto. Dugaan kerugian negara akibat kredit macet dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar. Sritex sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 dan tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran.
Selain pinjaman dari BJB dan Bank DKI, Sritex juga memiliki total kredit macet senilai Rp 3,58 triliun yang berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah lainnya. Bank Jateng tercatat memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.
Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total mencapai Rp 2,5 triliun. Saat ini, status BNI, BRI, dan LPEI masih sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan indikasi tindakan melawan hukum.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.