Tradisi Menutup Pintu dan Jendela saat Maghrib: Antara Pencegahan Gangguan dan Aspek Keamanan
Tradisi Menutup Pintu dan Jendela saat Maghrib: Antara Pencegahan Gangguan dan Aspek Keamanan
Praktik menutup pintu dan jendela rumah saat malam hari, khususnya menjelang dan selama waktu Maghrib, merupakan tradisi yang lazim di beberapa komunitas, khususnya di kalangan umat Muslim. Tradisi ini tidak sekadar mitos atau takhayul, melainkan juga berkaitan dengan beberapa aspek, mulai dari pencegahan gangguan makhluk halus hingga aspek keamanan dan keselamatan yang lebih pragmatis.
Salah satu landasan ajaran agama Islam yang mendukung tradisi ini adalah hadits dari Jabir bin Abdillah RA, yang meriwayatkan sabda Nabi Muhammad SAW tentang aktivitas setan di waktu senja. Hadits tersebut menekankan pentingnya menjaga anak-anak dan hewan ternak agar tidak berkeliaran di luar saat Maghrib, serta menutup pintu dan jendela rumah. Hadits ini, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berbunyi: "Jika masuk awal malam - atau beliau mengatakan: jika kalian memasuki waktu sore - maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang berkeliaran pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam, bolehlah kalian lepaskan anak-anak kalian. Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup."
Tafsir hadits ini beragam. Beberapa ulama, seperti Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Al-Lu'lu' wal Marjan 3, menafsirkan 'waktu sore' sebagai waktu menjelang malam, saat kegelapan mulai menyelimuti. Penjelasan ini menghubungkan tradisi menutup pintu dan jendela dengan upaya melindungi diri dari potensi gangguan makhluk halus yang diyakini lebih aktif pada waktu tersebut. Imam Ibnu Abdilbarra dalam Al Istidzkar menambahkan bahwa menutup pintu rumah pada malam hari merupakan upaya penjagaan diri dari gangguan setan dan jin, sebuah tindakan pencegahan yang sarat makna spiritual.
Namun, penting untuk dipahami bahwa tradisi ini juga memiliki aspek keamanan yang lebih praktis. Menutup pintu dan jendela pada malam hari mengurangi risiko pencurian, masuknya hewan liar, atau bahkan masuknya orang yang tidak dikenal ke dalam rumah. Oleh karena itu, praktik ini dapat dianggap sebagai bentuk langkah-langkah keamanan sederhana yang telah dipraktikkan turun-temurun.
Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih, dalam terjemahannya atas buku Sunnah Rasulullah Sehari-hari, menjelaskan interpretasi Imam Ibnu Abdilbarra: "Jika setan tidak diberi kekuatan untuk membuka pintu atau wadah, maka ia tidak akan mampu melakukannya. Walaupun ia diberi kekuatan yang lebih besar dari itu, yaitu menembus dan masuk dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh manusia." Kalimat ini menunjukkan bahwa upaya menutup pintu dan jendela, meskipun mungkin tidak sepenuhnya menghalangi semua kemungkinan gangguan, namun tetap menjadi tindakan pencegahan yang disarankan.
Terlepas dari aspek spiritualnya, tradisi ini mengajarkan pentingnya kewaspadaan dan kehati-hatian. Meskipun dalam kondisi mendesak, seperti kedatangan tamu atau keadaan darurat, pintu dan jendela boleh dibuka, dianjurkan untuk tetap waspada dan membaca doa perlindungan, seperti "A'uudzubillaah himinas syaitoon nirrojiim" (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Hadits riwayat Ahmad juga menyarankan untuk mematikan lampu dan menutup wadah makanan saat malam hari sebagai langkah tambahan untuk menjaga keamanan dan kebersihan rumah.
Kesimpulannya, tradisi menutup pintu dan jendela saat Maghrib merupakan perpaduan antara praktik keagamaan, upaya pencegahan gangguan, dan langkah-langkah keamanan praktis. Tradisi ini memperlihatkan kearifan lokal yang relevan bahkan di zaman modern, mengajarkan pentingnya kewaspadaan, perlindungan, dan rasa aman bagi penghuni rumah.
Catatan: Penjelasan di atas merupakan sintesis informasi dari berbagai sumber, tujuannya untuk menjelaskan berbagai sudut pandang terkait topik tersebut.