Menkes Hadir di MK, Beri Keterangan Terkait Gugatan UU Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara langsung memberikan keterangan dalam sidang gugatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/6/2025). Kehadiran Menkes menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggapi uji materi yang diajukan terhadap UU Kesehatan.
Dalam sidang yang teregistrasi dengan nomor perkara 182/PUU-XXII/2025, Menkes Budi Gunadi Sadikin bertindak sebagai kuasa untuk membacakan resume keterangan Presiden. Keterangan lengkap dari Presiden sendiri telah diserahkan kepada Panitera MK pada tanggal 28 Mei 2025.
Menkes menjelaskan bahwa UU Kesehatan merupakan perwujudan tanggung jawab negara dalam menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. UU ini juga merupakan upaya penyempurnaan regulasi untuk mengatasi berbagai permasalahan di sektor kesehatan, termasuk pengelolaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan.
Gugatan terhadap UU Kesehatan ini diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama dengan 52 warga negara dari berbagai profesi. Mereka mempersoalkan 24 pasal dalam UU Kesehatan yang dinilai bermasalah.
Secara garis besar, gugatan tersebut menyoroti norma-norma yang berkaitan dengan:
- Pertanggungjawaban
- Kelembagaan
- Peran
- Keanggotaan konsil
- Peran kolegium
- Majelis penegakan disiplin profesi
- Penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR) sementara waktu
- Sanksi bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan
- Lembaga pelatihan yang terakreditasi pemerintah pusat
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan kesehatan
- Dugaan penumpukan kekuasaan dan sentralisasi wewenang pada Menteri Kesehatan yang dinilai dapat menyokong industri kesehatan.
Para pemohon berpendapat bahwa UU Kesehatan memberikan intervensi dan kontrol langsung kepada Menteri Kesehatan terhadap kolegium, memberikan wewenang kepada Menteri Kesehatan untuk menerima peninjauan kembali putusan majelis disiplin profesi, serta mengambil alih wewenang organisasi profesi dalam pengelolaan pemenuhan Satuan Kredit Profesi (SKP) tenaga medis.
Selain itu, para pemohon juga menyoroti intervensi dan kendali penuh Menteri Kesehatan atas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kedokteran. Mereka menilai bahwa hal ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis dan demokrasi konstitusional, serta dapat melemahkan kelembagaan konsil, kolegium, majelis disiplin profesi, dan organisasi profesi.