DKI Jakarta Siapkan Implementasi Sekolah Swasta Gratis Pasca-Keputusan MK
DKI Jakarta Percepat Program Sekolah Swasta Gratis Usai Putusan MK
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mempercepat persiapan pelaksanaan program sekolah swasta gratis sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait biaya pendidikan dasar. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa putusan MK tersebut selaras dengan visi yang telah ia canangkan sebelum menjabat, dan ia optimis Jakarta siap untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
"Hal ini sejalan dengan komitmen yang saya sampaikan sebelum mencalonkan diri sebagai Gubernur. Saya yakin Jakarta mampu mengatasi persoalan biaya pendidikan," ujar Pramono saat mengunjungi SMK Miftahul Falah, Jakarta Selatan, pada Selasa (3/6/2025).
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta telah menjalankan program sekolah gratis di seluruh sekolah negeri. Sebagai langkah awal implementasi program sekolah swasta gratis, Pemprov berencana menunjuk sejumlah sekolah swasta di tingkat SD, SMP, dan SMK sebagai proyek percontohan.
"Dengan adanya keputusan MK ini, kami akan mempercepat persiapan untuk merealisasikan program sekolah swasta gratis," tegas Pramono.
Keputusan MK sendiri merupakan respons terhadap gugatan yang diajukan terkait Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Gugatan tersebut khususnya menyoroti frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya". MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan menyatakan bahwa negara wajib menggratiskan pendidikan jenjang SD dan SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta.
MK berpendapat bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jika hanya dimaknai berlaku untuk sekolah negeri. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan akses pendidikan bagi siswa yang bersekolah di swasta karena keterbatasan kuota di sekolah negeri.
"Oleh karena itu, hak atas pendidikan mencerminkan prinsip universalitas dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam berbagai konvensi internasional, termasuk Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948," bunyi dokumen putusan MK.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyoroti ketidaksetaraan yang timbul akibat interpretasi bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" hanya berlaku untuk sekolah negeri. Hakim MK Enny Nurbaningsih memberikan ilustrasi data tahun ajaran 2023/2024 yang menunjukkan bahwa sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa.
MK menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada siswa yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar karena faktor ekonomi atau keterbatasan sarana pendidikan. Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" harus dimaknai berlaku untuk pendidikan dasar yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
"Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," pungkas Enny.